PALU EKSPRES, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memaparkan perihal pelemahan Rupiah hingga mencapai level Rp 14.900/dollar AS tidak serta merta disebabkan oleh sentimen global yang kuat. Untuk itu pemerintah berupaya mencari titik lemah dalam negeri supaya bisa mendapatkan solusinya.
“(Sentimen global) memang kuat tapi masalahnya kita tidak bisa cuma jelaskan dari sentimen doang. Jadi harus ada juga yang konkret ya di titik lemah kita, ya itu di transaksi berjalan di neraca perdagangan kita,” kata Darmin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit USD 3,08 miliar. Dimana penyebabnya adalah impor migas. Sebenarnya kinerja neraca perdagangan non migas mengalami surplus akan tetapi tak dapat menutup defisit migas. Belum lagi transaksi berjalan yang angka defisitnya lebih besar dibandingkan neraca perdagangan.
“Melihat situasi itu tekanan di luar terus berjalan ada yang sifatnya agak cepat, tapi se instan-instannya tak bisa mengimbangi pergerakan harian,” kata Darmin.
Untuk itulah pemerintah bergerak cepat menghadapi situasi ini dengan melaunching mandat B20 ke semua sektor. Meski, diakui Darmin meski B20 sudah bergerak tapi respon pasar juga tak kalah cepatnya. Akan tetapi dengan campuran CPO sebesar 20 persen untuk BBM PSO dan non PSO maka diperkirakan sampai akhir tahun akan ada penghematan impor tiap harinya.
“Seperti apa hasilnya B20 kalau tidak ada hambatannya bisa saja (membantu),” ujarnya.
Diakui Darmin, memang mandatory B20 belum sepenuhnya dapat menyelesaikan defisir neraca perdagangan akan tetapi akan mengurangi beban. Diharapkan adanya B20 maka transaksi berjalan yang tadinya sudah defisit 3 persen pada triwulan II-2018, kemungkinan akhir tahun bisa turun ke 2,7 persen hingga 2,6 persen.
(uji/JPC)