Balaroa, Petobo dan Jono Oge jadi Destinasi Wisata

  • Whatsapp
IMG-20181014-WA0029

PALU EKSPRES, PALU – Gempa tak hanya mendatangkan horor. Gempa juga menawarkan sesuatu yang bisa dinikmati. Menjadi destinasi wisata. Berbeda dengan destinasi wisata umumnya yang menjanjikan wahana bermain. Atau menawarkan spot-spot tertentu yang instragamable. Wisata ke tempat bencana, banyak pelajaran yang sifatnya kontemplatif yang dipetik dari sana. Hal ini diakui beberapa pengunjung yang ditemui di lokasi gempa liquifikasi – Perumnas Balaroa. Aneke Halim adalah salah satu di antaranya. Aneke mengaku rela antre di pintu pesawat Hercules setelah penerbangan komersial dari Bandara Juanda Surabaya. Tiba di Makassar, tidak ada penerbangan komersial ke Palu. Pilihan satu-satunya adalah pesawat hercules. Aneke yang mengaku mengunjungi kerabatnya di Palu, mengaku menghabiskan satu hari ini sebelum besok kembali ke Surabaya, ke tempat tempat dengan dampak gempa parah. Tak peduli panas matahari yang membakar wajah mulusnya, Aneke yang ditemani beberapa kerabatnya, ia terus melesat masuk ke tengah-tengah gundukan tanah sambil memandang kawasan yang kini nyaris tak berbentuk itu. Aris Maudi adalah relawan dari Makassar. Aris yang akan kembali ke Makassar 16 Oktober 2018, memanfaatkan waktu senggangnya, tak sekadar berkunjung namun mengitari kawasan dengan dampak gempa paling parah. ”Selama ini tidak sempat keliling-keliling karena fokus membantu pengungsi. Nanti sekarang ada kesempatan keliling, lusa kami pulang di Makassar,” ungkap salah satu karyawan swasta di Kota Daeng ini. Aris mengaku mengambil cuti demi untuk menjadi relawan bergabung dengan mahasiswa dan LSM kemanusiaan. Warga Palu sendiri yang kini sudah mulai berani keluar dari tenda pengungsian ikutan mengunjungi tempat-tempat tersebut. Hastan Mantri warga Luwuk Banggai, mengaku dengan melihat-lihat lokasi bencana menjadi pelajaran bagi segenap manusia untuk menata hidup lebih baik lagi. ”Kami saja yang tidak mengalami langsung bisa merasakan kedahsyatannya apa lagi warga Palu yang mengalami langsung,” katanya. Beberapa bule juga tampak wara wiri di beberapa kawasan bencana. Di Kelurahan Wani – Kabupaten Donggala sepasang bule, terlihat seperti wisatawan sibuk mengabadikan kapal berbobot 500 ton yang terdampar di kompleks pemukiman usai dihempas badai tsunami. Di Desa Jono Oge Kabupaten Sigi, akses masuk yang susah tidak lantas mengubur rasa penasaran warga terhadap kondisi desa yang kini bergeser hingga beberapa kilometer itu. Untuk menuju wilayah yang terkena gempa parah, pengguna kendaraan roda empat harus berhenti sekira 150 meter menuju spot ideal untuk menyaksikan desa yang kini sudah berubah menjadi ladang palawija ini. Sedangkan pengendara motor, tetap bisa berkendara walau harus oleng kanan kiri karena permukaan aspal yang dipenuhi bongkahan lobang menganga. Mayoritas pengunjung malah tak lagi memerhatikan bahaya yang bisa mengancam kesehatannya. Kecuali relawan yang selalu menggunakan masker, warga umum tampak tak peduli. Padahal harus mengakses kawasan dimana bekas jenazah belum terevakuasi 100 persen. Keinginan untuk mengetahui dampak gempa yang menelan korban ribuan orang kini menjadi magnet yang mengundang rasa penasaran.
Beberapa kawasan yang menjadi tujuan utama adalah, Perumnas Balaroa dan perumahan Petobo yang terkena liquifikasi. Kemudian kawasan sepanjang Pantai Talise mulai dari Kafe Refan hingga Taman Ria depan Palu Grand Mall yang dihempas gelombang tsunami. Kemudian kapal karam di Kelurahan Wani di Kabupaten Donggala. Terakhir, Desa Jono Oge yang bergeser beberapa kilometer di Kabupaten Sigi. Saban hari ribuan orang terdistribusi di tempat-tempat tersebut.

Pos terkait