Lepas dari ombak pertama, datang ombak kedua. Tingginya sekitar 15 meter. Kali ini cukup mudah bagi Rasyim dan kru untuk bisa melewati ombak tersebut. Datang lagi ombak dua kali lipat 10 meter.
Setelah tiga ombak besar tersebut, laut kembali tenang seperti semula. Setelah melewati masa-masa kritis itu, Rasyim pun meminta izin di rumah. Dia diundang untuk tidak pulang dulu. Penyebabnya, kondisi di kampung Sidamukti juga porak-poranda oleh terjangan tsunami.
Pantauan Jawa Pos, Senin kemarin masih banyak kapal yang rusak. Ada juga kapal yang seperti habis terdorong ombak besar dengan posisi melintang.
Casman, 52, salah satu pengurus kelompok nelayan Sidamukti, menuturkan salahsatu kapal 21 tonase juga jadi korban. Setengah buritan kapal itu hancur. Kapal tersebut tepat di depan kantor polisi. “Kalau bagian belakang itu masih bisa diperbaiki,” kata Casman.
Di perkampungan Sidamukti juga masih berserakan sampah atau puing-puing kayu. Beberapa warga terlihat menyimpan puing-puing dari depan rumah mereka.
Rasyim yang mendapatkan kabar tentang kondisi kampungnya rusak diterjang tsunami, langsung memilih bertahan di laut. Dia berlindung di Pulau Liwungan bersama anak buahnya sembari berharap tidak ada tsunami lagi. Ahad sekitar pukul 01.30 dia pun memutuskan untuk kembali ke kampung dengan perkiran bisa sampai saat hari sudah terang.
Dari para tetangga dan rekan sesama nelayan, Rasyim tahu masih banyak yang tak beruntung. Sebagian besar nakhoda dan anak buah lima kapal yang ingin dia temui. Mereka juga berjuang melewati malam-malam yang nahas itu.
(* / c10 / agm)