PALU EKSPRES, JAKARTA – Rencana pemerintah pusat menyerahkan
penggajian PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) dari
honorer K2 (kategori dua) kepada pemerintah daerah dinilai
sebagai kebijakan yang sangat buruk.
Menurut Koordinator Wilayah Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I)
Sumatera Selatan Syahrial, kelihatan sekali kalau anggaran untuk
honorer K2 djadikan PPPK, tidak ada alias nihil.
“Kebijakan ini kelihatan sekali sangat dipaksakan dan mengabaikan
rasa kemanusiaan, serta keadilan yang sangat diharapkan serta
dibutuhkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia khususnya tenaga
honorer,” kata Syahrial kepada JPNN, Kamis (24/1/2019).
Pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria
Wibisana bahwa pusat tidak memaksakan daerah untuk mengangkat
PPPK, juga dikritisi Syahrial.
Pusat memberikan pilihan sulit kepada daerah. Bila daerah tidak
punya anggaran dan akhirnya batal merekrut PPPK dari honorer K2,
maka pemda yang disalahkan. Bila memaksakan diri merekrut PPPK
meski keuangan cekak, beban pemda bakal tambah berat.
“Kalau kami lihat, pusat ingin lempar handuk. Pemda dikasih beban
untuk tanggung jawab menyelesaikan masalah honorer dengan alasan
honorer diangkat pemda,” tuturnya.
Yang merugikan honorer adalah bila daerah menolak, tidak akan ada
formasi. Honorer K2 juga tidak bisa memaksakan kehendak karena
banyak daerah yang kemampuan fiskalnya rendah.
“Mau bicara apa lagi? Apapun keputusan pemerintah pusat,
sepertinya wajib ditaati, enggak perlu kompromi. Apapun masalah
yang akan terjadi, pusat anggap enggak ada urusannya,”
sambungnya.
Dia menambahkan, mestinya bila pusat ingin menyelesaikan masalah
honorer K2, anggaran PPPK jangan dibebankan ke daerah.
(esy/jpnn)