Gerakan moral yang menyuarakan slogan “jangan ambil uangnya, dan jangan pilih orangnya”, dapat dibenarkan dari perspektif pendidikan politik dan budaya. Pertama, bahwa UU Pemilu sudah menetapkan adanya larangan politik uang yang disertai dengan ketentuan ancaman sanksi pidana penjara dan denda (Pasal 521 dan Pasal 523). Caleg yang melanggar larangan itu adalah Caleg yang menodai proses Pemilu dan nilai-nilai demokrasi.
Caleg seperti itu tidak pantas dipilih sebagai wakil rakyat dan duduk dikursi terhormat. Kedua, bahwa Caleg yang melanggar larangan aturan kampanye adalah Caleg yang tidak bisa diteladani karena mempertontonkan sikap ketidak-taatan pada aturan hukum.
Caleg seperti itu juga tidak pantas dipilih sebagai wakil rakyat dan duduk di kursi terhormat. Ketiga, bahwa Caleg yang melanggar larangan aturan kampanye terkait dengan praktik politik uang adalah Caleg yang berpolitik secara tidak santun dan beradab. Caleg seperti itu juga tidak pantas dipilih sebagai wakil rakyat dan duduk di kursi terhormat.
MENGAMBINGHITAMKAN SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA
Pasca operasi KPK yang menjerat anggota DPR (Bowo Sidik Pangarso), mengundang diskusi di ruang publik. Sebagian pihak menilai bahwa salah satu penyebab adanya praktik politik uang adalah sistim Pemilu yang memberi ruang lebar terhadap persaingan antar Parpol dan persaingan Caleg di internal Parpol.
UU Pemilu (UU No. 7 Tahun 2017) menganut sistim proporsional dengan daftar terbuka (terbaca dari Pasal 422). Sistim ini sudah berlaku sejak Pemilu Legislatif Tahun 2009.
Dasarnya adalah putusan Mahkamah Konstitusi No 22 -24/PUUVI/2008 yang memutuskan bahwa Pasal 214 UU No 10 tahun 2008 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali dimaknai bahwa penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara priodik sekali dallam 5 tahun adalah arena kompetisi bagi peserta Pemilu dan para calon dari masing-masing Parpol guna meraih simpati rakyat untuk mendapatkan kursi. Meski demikian, kompetesi itu tidak serta merta menghalalkan segala cara dengan melanggar aturan larangan politik uang.