Banjir, Kutukan Ekologis?

  • Whatsapp

Kedua, saat haul Guru tua di Palu. Awan hujan yang gelap tertahan di angkasa sejak acara dimulai pagi hari. Dan, baharu tercurah satu Jam setelah acara usai.

Makin saya percaya bahwa kejadian langit ini benar benar dikendali Ilahi.
Kalau kita periksa khabar langit tentang hujan. Banyak pernyataan sang pencipta yang sangat jelas. Beberapa diantaranya : “Hujan diturunkan dalam kadar tertentu. Ditimpakan ke kawasan tertentu. Dihalau awan hitam ke kawasan tertentu. Dengan hujan itu, ada rahmat dan karunia. Tapi, dibaliknya ada juga malapetaka”.

Bacaan Lainnya

Malapetaka umumnya lahir sebagai akibat tindakan di bumi. Hutan dihabisi (taking), alam dimodivikasi dan atau subtitusi (alih fungsi). Karena itu, banyak pihak percaya bahwa tindakan extraktif sangat berkontribusi. Pembukaan perkebunan skala besar dan pertambangan, dituding sebagai penyebab. Memang, tidak butuh teori rumit. Bila tutupan lahan vegetasi di areal tangkapan hujan (catchment area), dirusak. Apriori, malapetaka banjir dan longsor pasti terjadi.

Persoalannya, apa tindakan kongkrit yang telah diambil. Kaji tidak apa yang telah dibuat. Alih alih bertindak, pemberian izin malah makin galak. Pimpinan pusat hingga daerah (menteri, gubernur dan bupati) kian bernafsu mengobral hutan untuk misalnya, kebun sawit dan tambang tanpa studi mendalam. Bahkan, hingga bencana silih berganti ini, kepekaan ekologi tidak hadir.

Oleh sebab itu, diperlukan kajian dampak (impact assessments), daya dukung daya tampung (DDDT), jasa layanan ekosistem (ecosystem services), keanekaragaman hayati (biodiversity), evesiensi sumberdaya alam serta kajian perubahan iklim (climate change).

Bila ini semua dilakukan dengan baik dan benar untuk kawal program pembangunan, jaminan keselamatan manusia dan alam bisa dipertangung jawabkan. Jika tidak, bencana longsor dan banjir yang sudah setinggi atap rumah ini akan terus mengulang di tempat yang berbeda. Semua tinggal menunggu giliran. Mungkin, kita sedang mendapat kutukan ekologi karena tamak dalam mengelola bumi. Wallahualam bi syawab. ***

Pos terkait