Di akhir penyampaiannya, ia menyampaikan bahwa wakil gubernur harus bersinergi dengan gubernur menjalankan tugas pemerintahan sebagaimana amanat undang undang. Pasande mengemukakan pokok pikirannya dari podium kehormatan dengan jernih, pilihan kata yang mudah dicerna, lugas dan tanpa teks.
Sedangkan Rusli Palabi yang mendapat kesempatan pertama, menekankan optimalisasi kinerja aparat, komitmen untuk mendukung kinerja gubernur dan melaksanakan tugas tugas pengawasan sebagaimana amanat Undang Undang.
Terpilihnya politisi PAN itu, mengakhiri polemik rebutan kursi wagub Sulteng Pasca Sudarto. Tarikan kepentingan di internal partai pengusung, di antaranya PAN, PKB, Gerinda dan PBB, membuat pengusulan nama calon wagub berlarut, tak kunjung menemui muara. Butuh tiga tahun bagi empat parpol itu, untuk sepakat mengajukan dua nama, Palabi dan Pasande yang akhirnya dimenangkan oleh Rusli Palabi. Kemenangan mantan Sekretaris Komisi I DPRD Sulteng, bahkan sudah diprediksi jauh hari sebelum pemilihan. Beberapa undangan bahkan berspekulasi, pemilihan hanya untuk mengukuhkan Palabi yang jauh sebelumnya sudah diduga kuat bakal terpilih.
Sekilas sosok Palabi. Sebelum menjadi politisi PAN yang mengantarkannya menjadi anggota DPRD Sulteng selama 10 tahun, ia adalah politisi Partai Bintang Reformasi (PBR). Partai ini adalah besutan mendiang dai kondang Zainuddin MZ. Bersama Mustar Labolo – kini Wakil Bupati Banggai, membidani PBR di Sulteng.
Sayang kebersamaannya bersama PBR tidak berlangsung lama, hingga akhirnya berlabuh di Partai Amanat Nasional (PAN) Sulteng. Namun jauh sebelum terjun ke politik praktis sosok kelahiran Banggai 24 Juli 1966 adalah karyawan diler mobil Bosowa Palu. Kenyang menempah diri di dunia swasta, Palabi akhirnya banting setir menjadi politisi hingga perjalanan hidup membawanya menjadi wakil gubernur Sulteng dengan sisa masa jabatan 1 tahun 8 bulan. (kia/palu ekspres)