Hasanuddin Atjo. Foto: Dok
Oleh Hasanuddin Atjo (Ketua Ispikani Sulteng)
TAHUN 2050, Indonesia diprediksi akan menjadi negara hebat dengan kekuatan ekonomi peringkat ke-4 dunia, setelah China, Amerika serikat dan India. PricewaterCooper (PwC) memperkirakan saat itu Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 10 triliun USD (10 kali tahun 2018) dengan pendapatan perkapita sekitar 31.250 USD.
Menjadi pertanyaan kemudian kepemimpinan seperti apa dan bagaimana yang diperlukan untuk mewujudkan harapan itu.
Lee Kuan Yew dan Deng Xiaoping
Lee Kuan Yew dan Deng Xiaoping adalah contoh pemimpin dunia fenomenal dan berhasil mengubah negerinya dari ketidakteraturan, ketertinggalan dan kemiskinan menjadi negara maju. Lee adalah Perdana Menteri Singapura pertama dan memimpin selama 31 tahun (3 Juni 1959 – 28 November 1990). Lee mengawali kepemipinannya dengan membuka ruang dan mengedukasi rakyatnya agar terbangun visi dan fanatisme akan sebuah kemajuan. Setelah itu dilanjutkan dengan sejumlah program prorakyat antara lain, pembaharuan kawasan perdesaan, meningkatkan emansipasi wanita, reformasi pendidikan dan pengembangan berorientasi industrialisasi.
Kerja keras Lee kemudian menjadi kenyataan fantastik, yaitu dalam waktu yang tidak terlalu lama Singapura telah menjadi tujuan Investasi utama oleh sejumlah negara di dunia. Kesemua ini dikarenakan Lee berhasil membangun peradaban keteraturan, kedisiplinan dan kemauan untuk maju dari stakeholders dan rakyatnya.
PDB Singapura di tahun 1960 baru sekitar 704,5 juta USD dan di tahun 2017 meningkat menjadi 323,9 milyar USD (meningkat sebesar 450 kali) dengan PDB perkapita 60.306 USD.
Deng Xiaoping adalah Pemimpin Republik Rakyat China generasi kedua menggatikan Mao Zedong dan memimpin tahun 1978 – 1990. Ada kemiripan pendekatan yang dipergunakan Deng dengan Lee dalam melakukan pembaharuan di China, yaitu lebih mengedepankan keterlibatan rakyat dalam proses pembangunan, menggeser paham Mao yang lebih kepada penguasaan negara terhadap sejumlah sumberdaya.
Pembeda antar Lee dan Deng terletak pada tingkat kesulitan yang dihadapi. China memiliki luas wilayah yang besar dengan penduduk paling padat, sedangkan Singapura luas wilayah kecil dengan jumlah penduduk tingkat kepadatan yang sedang. Keterbukaan Pemerintahan Deng dapat ditandai dari beberapa slogan antara lain “sama rata sama rasa”, yang maknanya seseorang harus dihargai berdasarkan kemampuan dan kerja kerasnya, sehingga ini juga menjadi motivasi bagi rakyatnya.