Lebih jauh Bambang, semisal ada warga yang sebelumnya menghuni kost yang memanfaatkan situasi tinggal tinggal di Huntara demi mendapat jatah hidup (Jadup), hal itupun sebenarnya bisa diakomodir. Sepanjang namanya tercatat dalam data pengungsi Kota Palu.
Sebab, peruntukan Huntara dan Jadup sama-sama memiliki aturan yang menjadi acuan. Akan tetapi kelonggaran inipun tetap akan diverifikasi ketat. Artinya tetap akan menyaring warga yang memang benar benar rumahnya terdampak.
“Karena memang ada sedikitnya 40 ribu data pengungsi yang diajukan kepada Kementerian Sosial untuk kepentingan Jadup tersebut,”paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Camat Palu Selatan Iqbal Arfan memastikan ke 19 warga yang terpaksa diusir itu telah terdata sebagai penghuni kost dan rumah kontrakan sebelum bencana.
“Datanya ada pada pemerintah kelurahan,”jelas Iqbal.
Iqbal mengaku tidak mengetahui pasti mengapa kemudian warga tersebut bisa menempati Huntara. Namun sekedar menduga, mereka masuk pada saat pembangunan Huntara itu dalam proses penyelesaian fasilitas pendukung.
“Mungkin saat itu kosong. Karena terbukti ada warga yang mengganti kunci Huntara,” jelasnya.
Sebelum pengusiran, pihaknya pun kata Iqbal sudah berulang kali menyampaikan kepada warga untuk meninggalkan Huntara atau pindah ke Huntara Kelurahan Taipa sebahai alternatif bagi mereka.
“Dua atau tiga kali kami umumkan,”katanya.
Kabag Humas Pemkot Palu, Yohan Wahyudi menyatakan, Huntara dalam ketentuan yang ada memang hanya diperuntukkan bagi warga terdampak. Itupun harus dibuktikan dengan surat atau dokumen kepemilikan rumah yang sah.
“Makanya mereka ini harus diprioritaskan masuk Huntara,”katanya.
Akan tetapi, Pemkot tetap membuka ruang bagi warga penghuni kost itu untuk tetap bisa tinggal di Huntara. Mengingat memang kost atau kontrakan mereka ada yang memang rusak akibat bencana.
“Saya kira untuk hak ini Pemkot bisa beri ruang. Ya itu tadi diarahkan ke Huntara yang masih kosong,”demikian Yohan.(mdi/palu ekspres)