SEMATKAN – Deputi KBKR BKKBN RI Dwilistya Wardani menyematkan lencana Dharma Karya Manggala kepada Sekdaprov Sulteng Hidayat Lamakarate, dalam rangkaian peringatan Harganas ke XXVI tingkat Sulteng Rabu 31 Juli 2019 di Palu. Foto: Hamdi Anwar/PE
PALU EKSPRES, PALU – Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sulteng Hidayat Lamakarate mendorong agar mitigasi bencana juga dilakukan melalui lingkungan keluarga. Sebab keluarga dalam pendekatan BKKBN punya satu fungsi yakni fungsi pendidikan.
Gagasan itu ia kemukakan dalam puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke XXVI tingkat Sulteng yang dipusatkan di komplek Hunian Sementara (Huntara) Kelurahan Petobo, Rabu 31 Juli 2019.
“Secara khusus saya minta jajaran BKKBN Sulteng sebagai institusi pemerintah yang bertugas meningkatkan kesejahteraan melalui pendekatan keluarga.Agar memasukkan aspek mitigasi sebagai bagian dari upaya untuk mengedukasi masyarakat melalui keluarga,”kata Hidayat dalam sambutannya.
Melalui keluarga, Hidayat berharap informasi dasar mengenai mitigasi bencana bisa tersampaikan kepada anak-anaknya. Minimal informasi tentang cara-cara menghadapi bencana, seperti gempa bumi.
“Optimalkan program, seperti Kampung KB. Jadikan salah satu indikator keberhasilannya adalah pemahaman tentang pentingnya mitigasi bagi keluarga,”jelasnya.
Saatnya kata Hidayat mitigasi melalui jalur keluarga menjadi muatan lokal bagi BKKBN Sulteng selain tentunya mengutamakan target nasional. Agar dimasa mendatang semua keluarga dapat memiliki rasa aman.
Untuk gagasan ini, BKKBN menurutnya perlu membangun kerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun BPBD serta instansi terkait. LSM, dan organisasi masyarakat yang bergerak dibidang mitigasi.
Pada bagian lain Hidayat menyebut program KB Nasional mengalami dinamika yang luar biasa. Keberhasilan menurunkan TFR dan LPP sudah diakui secara Nasional dan Internasional. Bahkan pernah menjadi rujukan dunia dalam bidang Kependudukan.
Di era reformasi gaung kejayaan program kependudukan tersebut oleh negara lain dianggap hilang, nyaris tak terdengar akibat dampak krisis moneter 1998, muncul era reformasi hingga desentralisasi.
Diawal era tersebut, BKKBN bagai perahu ditengah laut dengan bahan bakar yang menipis. Tak heran cukup banyak yang terjun mencari perahu berbahan bakar lebih banyak.