Ibadah Harus Turut Dimaknai dalam Aspek Sosial

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, PALU – Perintah beribadah kepada umat Islam dinilai tidak hanya sekadar perintah dalam bentuk rangkaian ritual semata. Namun di balik itu, ada dimensi sosial yang dapat dimaknai dalam setiap pelaksanaannya.

Olehnya, menurut Dr. Faisal Attamimi, umat Islam perlu untuk selalu menjaga keseimbangan antara dimensi ritual dan sosial dalam setiap pelaksanaan ibadahnya.
Hal ini disampaikannya, saat menyampaikan khutbah salat Idul Adha 1440 H, yang diselenggarakan Universitas Tadulako (Untad) di lapangan Islamic Center Untad, Ahad 11 Agustus 2019.

Hadir dalam salat Id tersebut, Rektor Untad Prof Dr. H. Mahfudz, bersama dengan unsur pimpinan Untad dan Fakultas, serta Ketua Senat Untad, Prof. Dr. H. Muh. Basir Cyio.

Menurut Dr. Faisal dalam khutbahnya, umat Islam tidak boleh hanya melakukan banyak ibadah ritual namun mengabaikan aspek sosial. Begitupun sebaliknya, bukan menjadi sebuah kebaikan jika umat Islam hanya berjasa pada lingkungan dan sosial kemasyarakatan, tetapi mengabaikan ibadah-ibadah ritualnya.
“Keduanya mesti seiring sejalan dalam gerak langkah perjalanan hidup seorang Muslim dan Muslimat,” kata Faisal.

Ia mencontohkan, salah satu ibadah yang memiliki nilai sosial adalah ibadah haji yang dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah dalam penanggalan Hijriyah. Ibadah haji yang diwajibkan bagi umat Islam yang mampu tersebut, terdapat makna nilai-nilai sosial yang terkait di dalamnya.

Di antaranya bangunan Ka’bah sebagai sentral pelaksanaan thawaf, kiblat dan pusat kegiatan ibadah, melambangkan keesaan Allah SWT. Umat Islam diperintahkan menuju ke tempat yang satu, dengan niat yang sama, meskipun datang dari asal, suku, dan bangsa serta latar belakang yang berbeda.

Selanjutnya pakaian ihram yang dikenakan oleh umat Islam ketika berhaji, melambangkan persamaan manusia di hadapan Tuhan. Faisal menerangkan, seringkali pakaian menjadikan seseorang mudah merendahkan orang lain. Dengan mengenakan pakaian ihram, tingkat dan status semua orang di sisi Allah SWT adalah sama, yakni sama-sama hamba-Nya yang sedang beribadah,

Sedangkan dalam prosesi Wukuf di Arafah, umat Islam diajarkan untuk merenungi jati dirinya sebagai seorang hamba yang tidak punya apa-apa dan tidak bisa apa-apa tanpa adanya kekuasaan dari Allah SWT.
“Manusia hendaknya berpikir sebelum bertindak, selalu mempertimbangkan dampak positif dan negatif atas segala sesuatu. Sehingga tindakannya berangkat dari perencanaan yang matang dan tidak asal-asalan,” ujarnya.

Pos terkait