Oleh Jeri Wongiyanto (Pecinta dan Pengamat Film)
SOSOK badut yang hobi memangsa anak-anak? Bagi sebagian orang cerita ini mungkin terasa konyol. Namun, inilah fantasi yang dihadirkan Stephen King di dalam novelnya.
Fantasi ini kemudian dibawa dalam sebuah film horor teatrikal yang apik berjudul IT tahun 2017 yang lalu. Dan IT memang mengejutkan sebagai horor Fantasi pada saat itu mampu memberikan efek psikologis horor yang membuat bulu kuduk jadi merinding. Kini Sang Badut, hadir lagi di sekuel kedua, adaptasi keduanya pun berjalan dengan mulus.
Fokus sang sutradara, Andy Muschietti untuk langsung menggarap It Chapter Two ketika film pertamanya selesai dibuat pun menjadi terasa sangat serius.
Hasilnya , walau sedikit terasa lamban di awal film, hampir semua bagian dari film IT Chapter 2 tidak bertele-tele. Walau durasi filmnya yang hampir menyentuh tiga jam, plot dan alur kisahnya mengalir lancar. Menyambung semua fokus cerita dari film pertama tanpa harus terputus-putus dan tak melompat-lompat. Bahkan, yang belum nonton sekuel pertamanya pun masih dapat menikmati sekuel kedua ini.
Perpaduan cerita Mike, Eddie, Beverly, Bill, Richie, Ben dan Stanley yang masih kecil dan digabungkan ketika mereka sudah dewasa pun digambarkan dengan sangat baik. Rapi, dan jelas. Mampu mengajak penonton membayangkan kengerian masa lalu mereka sama dengan kengerian yang dihadapi ketika dewasa. Ya, Pennywise, Sang Badut kembali meneror setelah 27 tahun.
Selama 27 tahun setelah The Losers melawan Pennywise, kota Derry hidup dalam damai. Anak-anak pun riang bermain dan tak ada kabar kehilangan seperti yang terjadi pada 1989.
Namun semua berubah pada satu malam. Polisi Derry melaporkan telah menemukan sebuah jenazah termutilasi di sebuah sungai di kota tersebut. Kegelisahan pun hinggap di semua anggota The Losers, pilihan untuk tetap bertahan dalam kehidupan masing-masing namun dihantui Pennywise atau menghadapi si badut menyeramkan dengan segala konsekuensinya.
The Losers sadar, menghadapi Pennywise tidaklah bisa dilakukan sendirian dan dengan rasa takut. Mereka mesti tetap bersama dan berani menghadapi ketakutan dan kenangan yang ingin dilupakan. Di sisi lain, Pennywise yang kelaparan tak sabar untuk balas dendam. Ia terus melakukan teror di Derry agar menjadi mimpi buruk bagi The Losers.