Terhadap pendapatan, sektor pertambangan Migas turut menopang penerimaan pendapatan daerah. Baik bagi daerah penghasil, Provinsi Sulawesi Tengah hingga kabupaten/kota di provinsi ini.
Kontribusinya adalah DBH sumber daya alam yang dikucurkan melalui dana perimbangan. Tahun 2016, realisasi penerimaan daerah dari dana perimbangan di Banggai tercatat sebesar Rp1,2Trilyun lebih. Rp90,6Milyar lebih diantaranya bersumber dari DBH sumber daya alam.
Sementara DBH yang diterima sebagai pendapatan daerah untuk kabupaten/kota lainnya di Sulteng jelas Nasser, berkisar diantara angka Rp24Milyar lebih setiap tahun.
“Kontribusi DBH Sumber daya alam ini angkanya terus naik tiga tahun terakhir bagi pendapatan daerah Banggai dan kabupaten lainnya. Termasuk bagi pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Tengah,”imbuh Nasser.
Namun kata Nasser, kontribusi perusahaan Migas di Kabupaten Banggai tidak boleh hanya disandarkan atas persentase pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah saja. Ataupun menilainya dari aglomerasi sekunder yang terjadi.
Kontribusi sektor pertambangan Migas harus pula dilihat dari sisi tanggung jawab sosial perusahaan (TJSP) bagi pengembangan taraf ekonomi masyarakat lingkar perusahaan. Melalui pola penyaluran corporate social responcibility (CSR) perusahaan
“Karena disana ada pemberdayaan masyarakat yang diselengarakan perusahaan,”demikian Nasser.
Pola Penyaluran CSR PT DLSNG.
TJS perusahaan merupakan misi PT DLSNG bagi masyarakat lingkar perusahan. Sejauh ini CSR telah berjalan di 25 desa di Kecamatan Batui, Kintom dan Nambo. Diselenggarakan dengan pola pembentukan kelompok petani, nelayan serta kelompok usaha industri rumahan.
CSR Manager PT DS LNG Pandit Pranggana, menyebut telah membentuk divisi khusus untuk melakukan kajian tentang pemanfaatan CSR tersebut. Tujuannya agar manfaat CSR berkesinambungan.
Di Kelurahan Sisipan Kecamatan Batui Kabupaten Banggai, PT DLSNG mempelopori terbentuknya Kelompok Wanita Tani (KWT). Anggota di KWT kemudian membentuk lagi sebuah lembaga koperasi. Atas fasilitasi tim dari PT DLSNG, kelompok ini dilatih bercocok tanam cabai melalui kegiatan sekolah lapang. Pertemuannya seminggu sekali. Di sekolah lapang ini petani diajarkan manajemen pengelolaan koperasi. Membuat pestisida nabati dan pupuk alami ramah lingkungan.