Nadiem Teruslah Mendobrak

  • Whatsapp

Olehnya, saya termasuk yang setuju. Ini pernyataan biasa tapi berani. Pernyataan yang mestinya lahir dari pengamat atau ilmuan yang kritis dan berfikir sehat. Namun, malah diucapkan oleh pengambil kebijakan. Seorang menteri. Disitulah menariknya untuk disimak karena langka. Mari kita menyoal kata-kata “memasuki era”.

Di sini kita bicara tentang dimensi waktu. Ada dua kondisi waktu yang berbeda tentang objek yang dinilai. Kongkrit atau sedikit fulgar. Hemat saya, beliau mau bilang, dahulu kala, bagus tapi sekarang..? Kira kira begitulah cara saya membacanya.

Bacaan Lainnya

Gelar tidak menjamin kompetensi. Lagi-lagi, Ini pernyataan yang oratoris dan sangat biasa dengan alasan. Pertama, menunjukan fakta bahwa ada atau banyak lulusan kita yang tidak kompeten bukan..?. Dua, mendorong kita agar proses edukasi di dunia akademik dipacu dengan sungguh- sungguh. Sebagai guru, saya tidak perlu malu mengakuinya. Ambilah contoh, satu saja bidang. Bahasa inggeris yang diajarkan selama minimal 12 tahun sejak SMP. Apa yang telah diperoleh murid dan mahasiswa kita ? Saya menduga kurang dari 10 persen anak anak Indonesia bisa berbahasa inggris dengan baik. Padahal, mereka semua telah mengantongi ijasah.

Bandingkan, mohon maaf, sedikit subjektif. Saya dan kawan-kawan yang belajar bahasa Prancis tahun 1994 di CCF (centre culture Francais) yang telah berubah menjadi IFI (institute Francais d’Indonesie). Belajar 3 bulan, dinyatakan lulus, langsung studi ke Prancis. Semua sudah sukses. Ada yang sudah professor, Dekan, Rektor bahkan Atase Pendidikan di UNESCO yang sekarang. Sementara Bahasa Perancis dalam pikiran saya, lebih sulit dari bahasa Inggeris. Lantas, apa yang keliru dan perlu dibenahi di sini..?

Itu, bahasa Inggris. Bagaimana dengan kedokteran. Teknik, sosial politik, pertanian dan seterusnya. Kita bahkan akan memproduksi malapetaka yang lebih dahsyat. Apalagi kalau proses akademiknya dirancang dengan curang berbau mafioso (academic crime).

Bayangkan, kampus akan melahirkan dokter yang rajin bikin mal praktek. Ahli konstruksi bangunan yang rawan rontok, dan seterusnya.

Soal akreditasi yang disinggung. Bagi saya, bukan kepada hakekatnya. Sebab hakekatnya, akreditasi adalah sesuatu yang dibutuhkan. Jadi, tidaklah relefan membandingkannya dengan luar negeri, Amerika dan Inggeris. Karena, bukan di situ substansinya. (bersambung).

Pos terkait