PALU EKSPRES, JAKARTA – Neraca perdagangan RI masih mencatat defisit. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto memerinci, posisi neraca perdagangan pada Januari 2020 mengalami defisit sebesar USD 864 juta atau USD 0,86 miliar.
Defisit itu terjadi karena nilai ekspor lebih kecil dibandingkan nilai impor. BPS mencatat, nilai ekspor Januari 2020 sebesar USD 13,41 miliar. Sementara, nilai impor mencapai USD 14,27 miliar.
‘’Meski mengalami defisit, ini masih lebih kecil bila dibandingkan defisit yang terjadi di Januari 2019 yang sebesar USD 1,06 miliar,’’ ujar pria yang akrab disapa Kecuk itu di kantor BPS, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Defisit Januari 2020 itu terutama disebabkan karena neraca dagang migas yang masih defisit hingga USD 1,18 miliar. Sedangkan, neraca dagang non migas mengalami surplus USD 317 juta.
Dia berharap agar kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk menekan defisit neraca perdagangan bisa diimplementasikan dengan baik. Misalnya, implementasi B30 diharapkan berjalan dengan mulus.
Kecuk menyebut, kondisi global juga masih terus mempengaruhi aktivitas ekspor impor di dalam negeri. ‘’Karena ekonomi global tidak stabil, seperti perang dagang, geopolitik di Middle East, fluktuasi harga komoditas dari waktu ke waktu,’’ tambahnya.
BPS mencatat, penurunan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ ICP) sebesar 2,68 persen dari USD 67,18 per barel menjadi USD 65,38 per barel. Harga beberapa komoditas non migas meningkat pada Desember ke Januari. Di antaranya adalah minyak sawit, batu bara dan karet yang masing-masing mengalami peningkatan 8,44 persen, 6,5 persen dan 1,2 persen. Di sisi lain, ada komoditas yang mengalami penurunan harga seperti nikel, tembaga dan timah.
Belum lagi, persoalan virus korona yang disebutnya akan terefleksi pada neraca dagang Februari yang akan dirilis bulan depan. Kecuk menjelaskan, virus korona mulai merebak pada akhir Januari usai perayaan Imlek. Sehingga, aktivitas ekspor impor akibat korona disebutnya mulai dirasakan pada pekan terakhir Januari.
Namun, karena BPS tidak menyajikan data mingguan dan hanya bulanan, maka efek korona belum terlihat dari hasil neraca dagang Januari. ‘’Kita perlu waspada dan sebagaimana efeknya bisa dilihat di bulan berikutnya yang menyajikan Februari. Tapi intinya kita semua perlu waspada,’’ urainya.