Kisah Inspiratif Pedagang Ikan Asin di Tengah Pusaran Covid-19

  • Whatsapp
IMG_20191222_180400
DR. Hasanuddin Atjo, MP. Foto: Dok

Oleh Hasanuddin Atjo (Ketua Ispikani Sulawesi Tengah)

Kepercayaan, kepolosan dan toleransi adalah modal dasar yang saya tangkap, pada saat mewancarai Andy Arfah dan istrinya Nursiah Ridwan,S.E, si pedagang ikan asin asal Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Bacaan Lainnya

Awalnya Andy Arfah berprofesi sebagai tenaga kerja di usaha keluarganya di Labuan Bajo Donggala , dan bertugas mengantar pesanan pengecer di dua pasar besar Kota Palu Masomba dan Inpres. Setelah itu dia mulai belajar mandiri.

Persaingan antar suplier di dua pasar itu cukup tinggi, dan ini menjadi salah satu tantangan perputaran uang dan omset. Pasalnya, pembayaran dari pengecer mitranya sering molor, sementara itu kepercayaan dari pemasok harus dijaga agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja atau diblokir sebagai mitra.

Setelah menikah dengan sang istri tercinta Nursiah, mereka hijrah ke Kota Palu. Mulailah terlihat ada perubahan strategi pemasaran ikan asin yang dilakukan sang suami oleh polesan seorang istri yang paham ekonomi.

Ketika sang istri melihat dan mempelajari pembukuan sederhana sang suami, maka sang istri kemudian memberi komentar “ kalau seperti ini cara berdagangmu bisa tutup usahamu, bisa bangkrut bisnismu ”, sebagai bentuk penegasan.

Pola berdagang seperti ini perputaran sangat lambat, omset sulit bergerak naik. Kita harus memperluas pasar sesegera mungkin dan bisa mendapat dana segar, agar bisa lancar membayar ke pemasok. Selain itu harga di tingkat konsumen bisa lebih murah dan selalu lebih segar karena perputaran cepat kata Nursiah kepada suaminya. Rupanya sistem pemasaran digital seperti perubahan taxi konvensional ke taxi aplikasi dan bisnis online lainnya di saat masih kuliah beberapa tahun lalu menjadi inspirasi bagi Nursiah.

Mulailah strategi pemasaran di rubah. Suplai ke pengecer di dua pasar tetap dilanjutkan, namun ada perubahan cara pembayaran. Kalau dicicil maka pembayarannya naik menjadi tiga kali lipat dibanding cash. Tujuannya sebagai bentuk edukasi agar pengecer bisa membayar cash dan bisa menjual lebih murah ke konsumen dan perputaran lebih cepat.

Hasilnya tidak sesuai harapan, karena sebagian besar tetap memilih menyicil. Ini memberi indikasi bahwa para pengecer kesulitan modal. Ini harusnya menjadi peluang dan tugas bagi lembaga keuangan agar memberi perhatian terhadap usaha mikro kecil.

Pos terkait