Di tengah ketidakpastian honor, Wulan mengaku harus mengeluarkan biaya ekstra. Membeli pulsa data untuk menunjang proses belajar mengajar daring. Ia membeli paket pulsa data sebesar Rp75 ribu per bulan. Sebelum wabah covid merebak, pulsa data sebesar itu sangat cukup untuk menunjang komunikasinya termasuk berselancar di media sosial. Kini, saban hari harus membuka internet untuk mengecek tugas dari puluhan siswanya. Mengirim tugas melalui media sosial, melayani tanya jawab di whatsapp group bahkan ada siswanya yang meminta video call. ”Sesekali mereka yang panggil, seseskali saya yang video call ke anak-anak,” ujarnya rinci. Diakuinya sejak mengajar daring penggunaan pulsa data menjadi boros. Baru memasuki pekan ketiga ia bahkan sudah harus membeli pulsa data tambahan lagi.
Ia tak sendiri. Di sekolahnya di SMAN 3 Sibalaya, Sigi, ada 12 guru honorer yang harus merogoh kocek sendiri untuk memastikan semua siswa mendapat pelajaran daring.
SOLIDARITAS UNTUK GURU DI TENGAH PANDEMI
Di tengah ketidakpastian honor bulan ini, Sri Wulan masih bisa menyunggingkan senyumnya. Ia termasuk satu di antara tiga guru di wilayah Kabupaten Sigi yang mendapat santuan dari ACT bertajuk Sahabat Guru Indonesia. Gerakan pemberdayaan guru yang inisiasi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sulawesi Tengah ini, menyasar guru-guru di wilayah terpencil dengan masa tugas di atas 10 tahun.
Selasa 14 April lalu, gadis berkerudung ini menerima santunan sebesar Rp500 ribu yang diserahkan Kepala Cabang ACT Sulawesi Tengah, Nurmajani Rifai Loulembah di kediamannya di Biromaru – Sigi. Staf Program ACT Cabang Palu, Mustafa mengatakan, saat ini mereka menyantuni sedikitnya 21 guru yang tersebar di tiga daerah, Parimo tiga, Donggala 4 dan Kabupaten Sigi 3 orang. Sisanya sebanyak 11 orang di Kota Palu.
Ia menjelaskan, ACT berikhtiar untuk terwujudnya kesejahteraan para guru honorer di Indonesia. Karena itu, program Sahabat Guru Indonesia, diperuntukan bagi guru honorer dengan durasi pengabdian di atas 10 tahun. Guru-guru yang mendapat santunan dari program ini tak hanya mempunyai waktu pengabdian yang panjang. Jarak tempuh antara tempat tinggal dan sekolahnya juga menjadi pertimbangan. ”Tapi yang terpenting adalah mereka mendapat rekomendasi dari kepala sekolahnya,” tutup Mustafa.