Selain alat berat yang tampak garang menyeruduk apa saja yang di hadapannya, suasana eksekusi sore itu berjalan adem. Warga tetap bdiam. Beberapa di antaranya, hanya bergumam menyaksikan pagar penanda batas diseruduk tak karuan. Sementara Landry Yotolembah memilih tak menyaksikan eksekusi lahan itu. Ia berada di seberang jalan. Duduk bersila di atas urukan tanah merah. Sambil memainkan smartphone miliknya. Tokoh masyarakat Talise lainnya, Bey Arifin berdiri dengan sekondannya tak jauh dari kerumunan aparat.
Menjelang magrib penggusuran pagar masih terus berlanjut. Bahkan hingga pukul 06.20 PM, suara tiga unit alat berat masih meraung menuntaskan tugasnya yang tak lagi seberapa. Sedangkan dari kejauhan tampak para petinggi, Kapolres Palu Muhamad Soleh, Dandim dan Kepala Balai Permukiman Wilayah Sulawesi Tengah III, Ferdinan Kana Lo, bersiap pulang setelah menuntaskan eksekusi yang berlangsung lancar.
Kelak di atas lahan seluas 46 hektar itu, akan berdiri 800 unit hunian tetap. Mereka adalah korban gempa bumi, liquefaksi dan tsunami pada 18 September 2018 silam. Di antara, atau beberapa warga yang kini ada dalam barisan pengklaim lahan ini dan menjadi korban tsunami di Pantai Teluk Palu, kemungkinan akan menjadi penghuni hunian tetap yang bakal dibangun pertengahan Agustus nanti. Setidaknya begitulah data yang dikumpulkan malam tadi warung malam Hutan Kota Kaombona – Palu Timur. (kia/palu ekspres)