Berani Benar, Meskipun Sendiri

  • Whatsapp
Muh. Nur sangadji

Oleh Muhd Nur Sangadji (muhdrezas@yahoo.com)

Di WA group IKA Universitas Tadulako, seorang kawan, Ahyar, meneruskan pesan berikut ini. “Dunia sekarang, sudah sulit bertindak jujur, karena sulit berpikir secara obyektif. Seseorang yang terlanjur dibenci walau orang tersebut berbuat kebaikan, tetap ditonjolkan kesalahannya. Atau pasti selalu menilainya salah, tidak ada benarnya.

Bacaan Lainnya

Begitu pula sebaliknya, kalau seseorg sangat dicintai, kesalahan apapun dia buat, selalu ditutupi dan dicarikan pembenarannya walaupun salah.
Padahal kalau kita juga, seandainya menjabat jabatan orang yang kita kritisi, blm tentu juga kita lebih baik dari orang yang kita kritik.

Makanya al Quran menyebutkan: “Asaa Ayyakuunuu khairan minhum”. Artinya : Bisa jadi orang yang kamu cemoh, dibalik itu dia lebih baik dari kamu yg mencemohkannya.(surah.al Hujurat). Makanya, berlaku adillah kamu menilai sesuatu.dikala sedang marah. Atau, janganlah memutuskan sesuatu dikala kamu sedang marah.

Tidak ada seseorg sempurna, pasti ada plus minesnya. Disinilah.diuji pikiran yg jujur menilai berita hoax atau bukan. Bisa jadi, kalau terlalu membencinya, berita hoaksnya disebarkan terus, demikian pula sebaliknya. Qur’an mengatakan cek and ricek”.


Saya membalas pesan bernada nasehat itu dengan uraian berikut.
Pak Ahyar, nasihatnya sangat berhikmah. Insya Allah kita tetap istiqamah dalam fikiran, sikap dan perbuatan.

Sebetulnya hal begini bukan monopoli tabiat masa kini (temporer). Kezaliman dan kebaikan itu selalu ada di setiap episode zaman. Dahulu, banyak yang lebih parah. Allah SWT sampai membalasnya dengan bencana. Ambilah dua contoh, dua figur untuk mewakili dua zaman. Firaun dan Zamrud mewakili zaman nabi-nabi. Hitler dan Mosailini mewakili zaman di akhir abad 19.

Manusia yang hidup di zaman itu pasti juga terpilah selalu pada tiga posisi. Pertama, mereka ada di pihak penzalim. Kedua, ada juga di pihak penentang. Dan ketiga, pihak yang di tengah. Boleh jadi mereka yang terakhir ini netral. Tapi, bisa juga oportunis atau cari selamat. Selalu begitu hingga kini.


Sejarah 350 tahun indonesia terjajah memperlihatkan posisi kelompok pertama dan ketiga ini. Mereka kelompok hianat sering menjadi informan atau mata-mata bagi penzalim. Motivasinya adalah materi atau jabatan. Peran spionase inilah yang membuat penjajah bercokol begitu lama, lewat politik pecah belah “devide et empera”.

Pos terkait