(Kekayaan Tak Kentara)
Oleh Muhd Nur Sangadji (muhdrezas@yahoo.com)
BAGIAN 4
Kapal baru tiba pukul 22.00 lewat. Kegelisahan pertama terurai. Tapi resiko tertinggal pesawat adalah kegelisahan kedua. Adik-adik mahasiswa datang dengan wajah sedih. Mereka hanya mau bilang kamar sudah tidak ada. Saya bilang, “no problema”. Bergabung di dek bersama rakyat jelata itu, tidak mengapa. Kita juga perlu merasakan bagaimana susahnya rakyat bepergian. Mereka tidak punya pilihan.
Tiba-tiba sarine ambulance mengaung -ngaung. Ada pasien dirujuk ke Luwuk. Pemandangan ini sudah biasa. Namun, saya menyaksikan perjuangan rakyat di daerah terpencil mencari kesehatan. Tentu, sangat mahal dan susah. Malam itu, ada dua pasien yang ikut di kapal ini. Tidak ada tempat khusus, karena ini bukan ambulance laut.
Kamar telah dibooking habis. Ada agenda kawan-kawan anggota dewan ke Jakarta. Kamar pasti terbatas. Barangkali, tidak semua tertampung. Mungkin ada juga yang tidur berjejer bersama saya di dek. Saya pikir, justru lebih alamiah. Wakil rakyat dan rakyat tidur di fasilitas yang sama. Itu kesempatan untuk saling dekat dan saling berbagi cerita. Serapan aspirasi yang paling elegan tercipta sempurna.
Saya tidur bersampingan dengan pak Cun. Orang Kuandang, Gorontalo. Datang ke Taliabu untuk petik cengkih di Kecamatan Lede. Beliau harus pulang karena anaknya sakit. Padahal, baru dua minggu bekerja di desa. Di Kecamatan Lede, banyak kebun cengkih. Setiap keluarga bisa miliki lebih dari seratusan pohon. Petani tidak punya cukup tenaga untuk memetiknya.
Berdatanganlah tenaga kerja dari Gorontalo, Bau Bau, Kendari, Manado dan sekitarnya. Mereka dihargai 5000 Rupiah per liternya. Dalam sehari setiap pemanjat bisa dapat 40 sampai dengan 80 liter. Artinya, uang cash maksimum bisa mencapai 400.000 rupiah per hari. Atau, kasarnya 12 juta per bulan. Bandingkan dengan ASN golongan IV seperti saya yang mencapai 5 jutaan.
Saya merenung dalam-dalam. Bagaimana bisa terkategori kabupaten tertinggal ? Sementara, rakyatnya mampu membuka lapangan kerja. Dan, memberikan pekerjaan itu pada rakyat lain, dari tiga provinsi lagi ? Biasanya, kita mengandalkan pengusaha besar. Membuka perusahaan dan pabrik untuk menyerap tenaga kerja. Di mana-mana di dunia ini, urusan ini bernama investasi. Didorong oleh pemerintah dengan berbagai “privalage”nya. Diberi kemudahan agar investor mau datang. Dibentangkan karpet merah agar pengusaha tergoda hadir.