Oleh: Muhammad Rakha Ishlah Adimad***
BAGI sebagian kita yang bekerja sebagai pegawai maupun karyawan, tentu sudah tidak asing dengan pemotongan pajak atas gaji yang kita terima tiap bulannya. Kasus yang paling umum, instansi atau perusahan akan memotong pajak dengan jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dari gaji bulanan. Berbeda lagi halnya apabila kita membeli suatu barang dari supermarket. Pembelian tersebut umumnya akan dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Lantas, adakah perbedaan antara “pemotongan” dan “pemungutan”? Apakah keduanya bagai dua sisi mata koin—yang sebenarnya serupa tapi sejatinya tak sama?
Adalah suatu hal menarik untuk ditelisik tentang pemotogan atau pemungutan pajak -yang selanjutnya disebut PotPut- di Indonesia. Sebagai pengantar, mari kita bergerak perlahan untuk memahami Potput dari sisi konsep bernama withholding tax system. Withholding system adalah suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (Mardiasmo,2016). Withholding system merupakan bentuk perpanjangan tangan fiskus melalui pihak ketiga untuk mengumpulkan pajak dari Wajib Pajak. Pertanyaan selanjutnya yang mungkin terbersit adalah “bukankah withholding terkesan menyalahi self-assessment system?”.
Pada dasarnya, kewajiban perpajakan menjadi tanggungjawab masing-masing pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kewajiban perpajakan meliputi penghitungan penghasilan selama setahun, perhitungan pajak yang terutang, pembayaran pajak, hingga pelaporan pajak pada akhir tahun tersebut. Kehadiran withholding system menjadikan kewajiban perpajakan lebih mudah untuk ditunaikan, mengingat peran pihak ketiga dalam melakukan perhitungan pajak dan langsung melakukan penarikan sejumlah pajak yang seharusnya dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan melibatkan pihak ketiga, beban Wajib Pajak untuk melunasi akumulasi pajak terutang di akhir tahun menjadi lebih ringan. Selain memberikan kenyamanan dalam pelunasan pajak di akhir tahun bagi Wajib Pajak, hal ini juga berdampak positif terhadap cash flow pemerintah, karena penerimaan yang masuk tidak harus menunggu pembayaran pajak di akhir tahun, yang tentunya berdampak sistemik pula terhadap kestabilan belanja rutin pemerintah.