Menanti Pembela Pohon

  • Whatsapp
NUR sangadji
Nur Sang Adji. Foto: Dok

Oleh Muhd Nur Sangadji

Ketika pohon penghijauan di Kota Palu ditumbangkan untuk atas nama pembangunan. Pelebaran jalan, pembuatan trotoar dan selokan. Sejumlah birokrat muda kota mengirimkan pesan berikut. Pesan bernada tanya itu sangat menusuk nurani dan kepekaan ekologis yang pernah saya tulis.

Bacaan Lainnya

Apakah pemerhati lingkungan di Kota Palu hanya mengurusi hal-hal lingkungan yangg berkaitan dengan rupiah hingga tidak tampil ketika itu menyangkut hal-hal yang mengkritisi kebijakan pemerintah ?

Anak-anak muda ini seolah sedang menggugat tanggung jawab ilmuan lingkungan. Mereka seakan mau bilang bahwa kaum cerdik pandai ini telah dijinakkan dengan proyek sehingga abai pada tugas utama, membela alam. Apalagi, kalau berhadapan dengan kebijakan pemerintah.


Saya benar-benar tersentak lantaran tudingan itu mengena. Saya dan sejumlah ilmuan lingkungan, memang dalam waktu hampir 10 tahun terakhir ini, fokus mengurus dokumen kajian lingkungan hidup srategis (KLHS). Sebuah dokumen yang wajib diintegrasikan pada sejumlah dokumen induk seperti RPJMD, RTRW, RDTR dan sejenisnya.

Tanpa KLHS, dokumen induk tersebut cacat hukum. Sebab, itu adalah perintah UU Nomor 32 Tahun 2009, PP Nomor 46 Tahun 2016 dan Permendagri Nomor 07 Tahun 2016. Jadi, peran kami legal secara hukum. Akan tetapi, singgungan birokrat muda Kota Palu ini, layak dijadikan koreksi dan pemicu integritas selaku cendekia.

Saya lalu menjawab. Tentu, bukan untuk membela diri. Tapi, untuk memberitahu bahwa saya bertindak. Boleh jadi, tidak maksimal. Namun, saya telah berusaha berbuat membela pohon yang tidak berdaya itu.

Saya bilang begini. “Saya sudah menelpon kepala PU Kota Palu. Saya minta sisakan deretan pohon Angsana dan Mahoni yang berderet indah di depan kantor Samsat dan PLN, serta Dinas Pertanian. Kalau pohon Johar dan Trembesi sudah terlanjur ditumbangkan. Beliau jawab, akan segera di-check lapangan. Faktanya, tetap ditebang.


Pagi itu, Saya dan istri mencoba berperan. Saya pikir hanya kami berdua yang melakukannya. Ternyata, banyak yang lain juga prihatin dengan cara berbeda. Saya menelpon kepala PU. Istri menyebar gambar pohon korban tebangan sambil protes. Media komunikasinya, koran, info kota Palu dan berbagai group WA .. Hasilnya.? Tidak digubris.

Pos terkait