PALU EKSPRES, TOLITOLI – Tim penyidik Polres Tolitoli mulai melakukan pemeriksaan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) terkait kasus dugaan pelanggaran pengerjaan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tolitoli yang cair 100 persen namun tak punya prodak.
Kedua orang pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) Kabupaten Tolitoli diperiksa penyidik mulai pekan kemarin dalam kaitannya sebagai pejabat yang berwenang, sehingga proyek RTRW tersebut telah dikerjakan pihak rekanan PT Bennata Jasindo senilai Rp1,2 Miliar tahun 2019.
“PPK dan PPTK selaku pejabat yang berwenang mengenai RTRW yang bermasalah itu kita sudah periksa sejak pekan kemarin,” kata Kasat Reskrim Polres Tolitoli, Iptu Rijal, SH yang dihubungi media ini, Jumat (8/01/2021).
Menurutnya, pemeriksaan yang dilakukan terhadap keduanya sekaitan proyek kertas tersebut, sebagai upaya pendalaman yang sah dalam hal pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) fakta-fakta yang relevan dengan dugaan penyimpangan.
“Untuk sementara kita masih melakukan Pulbaket makanya kita mulainya dari pemeriksaan terhadap PPK dan PPTK,” tegasnya.
Sementara, Ketua DPD Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK) Kabupaten Tolitoli, Hendri Lamo SE, mengapresiasi langka penyidik Polres Tolitoli pada penyingkapan dugaan korupsi proyek kertas Rp1,2 Miliar yang bermasalah, dikarenakan hampir dua tahun lamanya revisi RTRW Tolitoli itu tak punya kejelasan prodak.
” Anggaran RTWR itu totalnya Rp1,2 M dengan rincian Rp700 juta untuk kajian akdemis, Rp500 juta untuk kajian lingkungan hidup strategis,” sebut Hendri.
Ia selaku ketua GIAK di Tolitoli mengaku akan terus mengawal kasus dugaan korupsi RTRW yang sedang ditangani penyidik Polres Tolitoli. Bahkan, jika diperlukan ia bersedia memberikan informasi soal masalah kenapa proyek kertas tersebut mandek dan belum mendapat persetujuan substansi dari kementerian ATR/BPN pusat.
” Ada dugaan, Peta hasil kajian lungkungan hidup strategis yang mereka kerjakan dengan melibatkan para ahli itu fiktif alias fotocopy, karena sampai hari ini ditolak oleh kementerian ATR/BPN,” tandasnya.