PALU EKSPRES, PALU– Komnas HAM Perwakilan Sulteng angkat bicara mengenai insiden puluhan penambang tertimbun longsor pada Rabu (24/2/2021), di lokasi pertambangan emas illegal (PETI) di Dusun 6 Sao, Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah.
Ketua Monas HAM Perwakilan Sulteng, Dedy Askari menegaskan, bagi Komnas HAM-RI Perwakilan Sulteng, insiden tersebut merupakan tamparan yang luar biasa bagi aparat penegak hukum dan instansi sektoral lainnya. Di antaranya, Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta pemerintah setempat baik Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten.
“Demikian juga bagi institusi yang terhormat, baik DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten. Ini karena kita telah khianat atas mandat kelembagaan yang melekat di institusi kita, lebih jauh ini wujud ketidak berpihakan kita atas penerapan berbagai instrumen hukum dan perundang-undangan, baik yang bersifat “Penal” maupun “Non Penal”,” kata Dedy Askari melalui keterangan tertulis yang diterima media ini, Kamis (25/2/2021).
Menurut Dedy, sangat tidak elok jika setiap institusi berkelit dengan argumentasi, itu bukan kewenangan kabupaten atau bukan pula kewenangan provinsi.
“Atau kami oke-oke saja dan siap lakukan langkah penertiban, tapi tolong komunikasikan dengan pimpinan-pimpinan di atas,” sindir Dedy.
Argumentasi-argumentasi demikian, bagi Komnas HAM adalah sebuah kekonyolan. Karena memanfaatkan celah hukum terkait soal-soal teknis, hanya untuk mendapatkan “rente” dalam skema terselubung. Lantas, jika sudah terjadi seperti ini, siapa yang disalahkan? Korporasi mana yang hendak dimintakan pertanggung jawaban? atau kembali memposisikan rakyat jelata sebagai kambing hitamnya.
Hal-hal seperti inilah menurut Dedy, kenapa sejak awal Komnas HAM mendorong dan minta agak seluruh akktivitas PETI ini segera ditertibkan. Kemudian dilakukan moratorium untuk mengesploitasi areal-areal yang potensial memiliki kandungan pertambangan golongan strategis seperi emas dan sebagainya. Selanjutnya dilakukan penataan dengan baik dan benar dibarengi dengan pemenuhan berbagai prasyarat yang telah ditentukan dalam berbagai instrumen hukum dan perundang-undangan. “Kalau praktik-praktik seperti ini terus dibiarkan, jangan kaget kedepannya alam akan kembali murka dengan kita,” tegas Dedy. (***/bid/palu ekspres)