Oleh Muhd Nur Sangadji
“Aku berpisah di teras St Carolus
Air mataku jatuh berlinang
Betapa sedih dan duka di hatiku
S’lama ini ia m’rawat sakitku
Walau kini aku akan pergi jauh
Namun hatiku s’lalu padanya
Gadis kerudung putih pujaan
S’moga cinta kita abadi”.
Inilah deretan lirik lagu “berpisah di Saint Corolus”. Lagu yang dikarang oleh Wedhaswara ini dipopulerkan oleh Retno di sekitar tahun 70 an. Ini juga yang saya gunakan untuk acuan berfikir saat beri pikiran di RRI cabang Palu pagi ini, 17 Maret 2021.
***
Ruh dari lagu ini mengungkapkan kesan kedekatan antara pasien dengan perawatnya. Tentu saja sangat individual dan berbunga asmara anak muda. Tapi, hakekat sesungguhnya adalah pelayanan prima seorang perawat atas pasien yang dirawatnya.
Kalau kita bisa jujur, sesungguhnya semua profesi itu mulia. Namun, profesi sebagai perawat, pasti lebih tinggi nilainya. Mengapa, karena berhadapan dengan klien yang sangat lemah. Orang sakit atau bahkan beresiko kematian. Lebih-labih lagi, di era Covid- 19 ini.
Kesehatan itu menurut ahli, adalah konvergensi dari jiwa (psico) dan badan (somatik). Pada aspek jiwa inilah peran pelayanan perawat menjadi kunci. Obat kimia hanyalah pendukung semata. Artinya, dibutuhkan dalam posisi darurat atau luar biasa.
***
Ada dua pengalaman empiris individual yang hendak dibagi dalam tulisan ini. Pertama, kunjungan saya ke dokter rumah sakit umum di kota Lyon-france tahun 1996. Dokter beranjak dari tempat duduknya. Beliau menjemput pasien dalam jarak sekitar 15 meter. Dalam jarak itu, dokter berjalan bersama pasien menunju ruang kerjanya sambil berkomunikasi ringan. Saya merasakan sentuhan jiwa keakraban terbangun sebelum bicara tentang penyakit dan obat.
Kedua, pada tahun 2019 kami mengunjungi anak yang sedang sekolah di kota Birmingham Inggris. Kami mendatangi dokter untuk sakit yang dialami. Berdiskusi dengan dokter selama labih satu jam di ruang yang sangat bersih.
Hasil dari semua komunikasi ini hanya analisis dan nasehat. Dokter sama sekali tidak menulis resep. Padahal, kami minta obat. Dokter nya berjawab, “you don’t need medicine. You have to follow all advice that I just talk to you”.