Oleh Hasanuddin Atjo
PEMERINTAH memproyeksikan akhir 2024, produksi udang nasional bisa mencapai 2 juta ton per tahun dan devisa ekspor hasil perikanan diperkirakan tembus di angka US$ 10 miliar. Dengan harapan mampu berada di 5 besar dunia penghasil devisa ekspor hasil perikanan.
Di tahun 2020 produksi udang kita baru mencapai 500 ton, berada di peringkat 5 dunia setelah China, India, Thailand dan Vietnam . Dan kinerja ekspor hasil perikanan kita juga masih tertinggal dari Thailand dan Vietnam.
Dengan garis pantai sekitar 3.200 km, devisa ekspor hasil perikanan kedua negara itu dua kali Indonesia mendekati angka US$ 9,5 miliar dan mendudukkan kedua negara itu di peringkat ke 3 dan 4 dunia .
Sementara Indonesia dengan garis pantai kurang lebih 100.000 km, atau 30 kali garis pantai Thailand maupun Vietnam, devisa ekspor hasil perikanan kita baru sekitar US$ 4,5 miliar, berada di peringkat ke 15 dunia.
Kinerja ekspor seperti ini membuat Presiden Joko Widodo prihatin dan kemudian memberi perhatian yang serius. Tidak tanggung tanggung, komoditi ini terakomodir menjadi salah satu major project dalam RPJMN tahun 2020 – 2025 untuk dikembangkan
Selain pertimbangan garis pantai, beriklim tropis, kebutuhan pasar udang dunia yang terbuka luas, ada gap sekitar 1,5 juta ton antara demand – suply, ditambah kinerja ekspor komoditi ini di pandemic Covid 19 trendnya terus meningkat, memperkuat alasan pemerintah ingin meningkatkan produksi dan ekspor komodias ini.
Dan yang tidak kalah pentingnya, komoditas ini dinilai memiliki efek domino yang kuat. Di antaranya, akan mendorong tumbuhnya sejumlah industri penunjang di hulu maupun di hilir, dan berujung meningkatnya penyerapan tenaga kerja.
Di sektor hulu, memicu tumbuhnya unitt usaha Breeding Center, BC atau Modification Breeding Center, MBC berperan memproduksi induk udang vaname dalam negeri dan, aksn mengurangi ketergantungan Impor dari Amerika Latin
Sebagai catatan, di dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,Indonesia mengimpor induk udang vaname dari Hawai dan Florida setidaknya sekitar 500-750 ribu pasang per tahun dengan nilai tidak begitu besar 1 – 1,5 triliun rupiah. Namun sangat menentukan keberhasilan produksi budidaya.