Oleh: Tasrief Siara
DEMOKRASI itu adalah ruang untuk menciptakan manajer perubahan. Tapi terkadang kita teperdaya, karena ruang demokrasi itu bukannya menciptakan manajer perubahan tapi justru melahirkan kebisingan.
Bukannya progress yang kita dapatkan, tapi justru regress yang kita rasakan. Baca kemunduran.
Terkadang para kaum pandai suka mendiskusikan soal demokrasi yang substantif dan demokrasi prosedural. Namun dalam praktek, keduanya setipis kertas. Apa yang disebut demokrasi yang substansial dan demokrasi prosedural hasilnya belum bisa dipastikan bisa melahirkan manajer perubahan yang baik.
Tak ada jaminan jika kita melaksanakan demokrasi secara benar, untuk kemudian kita sebut itu adalah demokrasi yang substansial, akan menghasilkan pemimpin yang berkualifikasi manajer perubahan yang baik dan benar, karena proses menuju ke arah itu dipenuhi aneka siasat.
Negara sekelas Amerika saja, yang konon ditasbihkan sebagai kampium demokrasi, jutru hanya melahirkan seorang Donald Trump yang banyak mendapat kecaman dan penolakan di negaranya sendiri dan negara lainnya.
Kaum cerdik pandai jugalah yang sering mempertanyakan, apakah demokrasi yang kita gunakan selama ini telah melahirkan orang-orang baik, yang kita percaya akan bekerja menjadi manajer perubahan yang baik, yang akan mewakafkan waktu dan energinya untuk kemaslahan orang yang memilihnya maupun yang tak memilihnya.
Kata teori, demokrasi yang substansial itu ada dua. Pertama adalah , pemimpin yang lahir dari proses demokrasi substansial itu ketika terpilih akan bekerja dan tak lagi mendikotomikan pelayananannya kepada orang yang memilihnya atau yang tak memilihnya.
Mereka yang lahir dari proses yang demikian ini bisa dipercaya menjadi manajer perubahan yang baik.
Hal kedua soal konstituan pemilih, juga demikian. Ketika proses demokrasi itu telah berjalan tanpa ada yang mencederainya, seumpama praktek kecurangan, maka komunitas pemilih yang pilihannya tak menang harus melebur dan memberi legitimasi, minimal pengakuan kepada pemimpin kepada pemimpin yang mendapat mandat suara mayoritas.
Namun terkadang, antara pemimpin yang terpilih maupun para konstituen pemilih, usai proses pemilihan itu terkadang menjadi orang-orang yang berseberangan jalan. Kalau si pemenang akan mengatakan,