Panen di Kebun Sendiri

  • Whatsapp
Nur sangadji. Foto: Dok


Secara historis, makan pokok rakyat Indonesia itu, sesungguhnya tersembunyi di dalam tanah. Jenisnya umbi-umbian. Perlahan, digeser ke permukaan. Bentuknya biji-bijian. Namanya, beras, kacang kadelai dan lainnya.

Ada juga sagu, tapi pohonnya kokoh dan berumpun-rumpun. Bila dibombardir, tidak mudah musnah. Seperti juga, yang berbentuk umbi. Tidak mudah dihancurkan. Mengapa ? Karena dahulu di masa perang, sumber pangan adalah sasaran paling efektif untuk mengalahkan musuh.

Bacaan Lainnya

Sekarang, boleh jadi lebih parah. Karena dalam banyak hal, makanan kita ada di negeri orang. Artinya, ketergantungan impor. Tentu, devisa menjadi taruhan. Bahkan, yang lebih mengkuatirkan adalah kehilangan kepemilikan. Maksudnya, kebun itu ada di samping rumah kita. Tapi, pemiliknya bukan kita. Melainkan, orang lain di negara lain. Ironik.


Saya baru saja mendapat cerita bahwa kelapa sawit yang pernah saya ikut menanamnya pada era 1989. Pemiliknya telah berpindah dari orang Indonesia (swasta nasional) ke pihak lain (baca ; orang dari negara lain). Dengan kata lain, orang memanen di tanah kita, yang pemiliknya bukan lagi kita. Bahkan, kita ikut memanen dalam status sebagai buruh.

Sejarah panjang perkebunan di era kolonial menemukan siklusnya kembali. Bedanya, tidak lagi bernama kultuurstelselnya Gubernur Hindia Belanda, Van Den Bosch tahun 1830. Atau, romusha (rodi) di era Jepang. Ini lebih halus oleh ketidakberdayaan petani. Dan atau akibat kebijakan kita yang memuluskannya.

Petani kita, dengan demikian, kehilangan akses dan aset kepemilikan sekaligus. lingkaran kemiskinan terbentuk abadi. Karena itu, kita dan terutama pemerintah, perlu mengoreksi diri. Segera bertindak kongkrit. Lindungilah petani dan asetnya dari perubahan profesi dan kepemilikan. Jangan biarkan mereka berjuang sendiri. Dari pelepasan hak, produksi hingga pemasaran produk. Penting, agar, mereka tetap bertani dengan imbalan hasil yang layak. Dan juga, agar kita ikut bangga karena melahap makanan yang diproduksi di kebun mereka sendiri. Semoga.

Pos terkait