Antrean Nomor Delapan Koma Lima

  • Whatsapp
Dr. Irwan Lakani. Foto: Istimewa

Bila bicara budaya antre, mungkin bangsa kita paling dikenal salah satu yang tidak patuh di seantero Asia. Suka nyelonong, berjubel, gak sabaran,  melekat sebagai predikat.  Bahkan, untuk antre mendapatkan vaksin Covid-19, berjubel yang seharusnya dilarang.  

Sepertinya sudah basi membahas antre, tidak bisa mengubah kebiasaan. Bahkan dengan model antrean yang diarahkan. Sekalipun dalam kantor yang ber-SOP ketat. Semua bisa diatur.

Bacaan Lainnya

Kalau cari negara pembanding yang sangat tertib antre, pastilah otak kita langsung segera dapat jawaban dalam sekejap. Jepang. Tidak usahlah kita bahas Jepang. Sudah final mereka. Kita-kita inilah yang harus dikuliti, dibedah, bahkan kalau perlu dilihat urutan genom. Mungkin sudah masuk dalam kromosom kita karakter itu. Sudah ada pada  kode genetik dari sononya.

Untuk membahas mengapa tidak mau antre, bukan kapasitas saya menguliknya. Banyak pandangan, hasil penelitian dan analisa para pakar.  Ada juga ulasan budayawan, bahkan komentar netizen di berseliweran medsos.  Tidak hanya itu, juga dianalisa secara matematik dan dibuatkan pula software.  Tapi antrenya hanya terjadi pada keadaan dipaksa. Bagi sebagian besar kita, belum sebagai   sesuatu yang dilakukan atas nurani kesadaran.

Tulisan ini bukan untuk menjudge apalagi menasehati kita untuk antre. Mungkin hanya timbul dari kekesalan. Jadi tidak dapat memberikan solusi. Tapi tak apalah mungkin ada sedikit yang tergugah. Syukur-syukur mau membahas dengan teman-temannya. Menambah satu orang yang berubah dari tak suka antre jadi suka antre sudah bersyukur. Adalah gunanya sedikit dari memencet keyboard.

Ada juga hikmahnya, terima kasih dalam hati buat yang nyelonong bisa jadi sumber inspirasi menulis. semoga.***

Pos terkait