Inilah yang jarang dipahami pejabat administrasi negara. Mereka mengira pertanggungjawaban itu ada dibelakang pasca jabatan berakhir.
Rakyat, Hukum dan Tuhan sendiri memulai kerjanya sejak saat ditetapkannya beschikking. Taklah heran, bila ada maladministrasi, bahkan korupsi terjadi lewat sikap tindak melampaui wewenang, lalai, melawan hukum hingga meminta imbalan jasa berupa uang dan barang dan lainnya pasti diikuti pencopotan jabatan, demosi hingga pemberhentian dan tinggal dipesakitan dalam hotel prodeo ditambah dihapuskannya hak pensiun.
Lebih celaka lagi bila ajal menjemput sebagai bentuk jalannya ‘Tangan Tuhan’ sebelum semuanya dipertanggungjawabkan. Bahkan pertanggungjawaban terpaksa bergeser dilakukan di alam kubur menghadapi malaikat yang super teliti tak kenal koneksi dan jauh lebih ekstreem dari BPKP, BPK apalagi KPK.
Merenungi soal Hukum dan Moral pada bentuk pertanggungjawaban HAN disaat menunggu perbaikan sol sepatu di salah satu sudut kota Palu mempunyai kesan tersendiri. Bukan hanya menyadarkan diri soal ajaran Guru Besar Prof Sjahran Basah saat perkuliahan pasca sarjana di UNPAD dulu tapi lebih penting menyiapkan diri membuat pertanggungjawaban atas amanah selama di Ombudsman dan merealisasikan mana program yang belum diselesaikan.
Alhamdulillah masih ada waktu sebelum ajal menjemput. Tak rela bila ada sahabat yang menghujat saat di pembaringan apalagi “ba toje toje” kuburku kelak.
HARIMAU MATI MENINGGALKAN BELANG, MANUSIA WAFAT TINGGALKAN NAMA. SEORANG PEJUANG DIA TIDUR SENDIRI DALAM PEMBARINGAN AKHIR HANYA BERTEMAN SELAMANYA DENGAN AMAL PERBUATANYA.
Palu, Juni 2022
(Penulis adalah Kepala Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah)