Bila kita dekati secara ontologi, Public Affair dapat didefinisikan sebagai upaya untuk mengurus permasalahan organisasi Secara internal, sampai eksternal yang terkait dengan pihak yang memiliki kepentingan tertentu (stakeholder).
Selama ini kita mengenal “public relation”. Kalau kita artikan secara harfiah bermakna hubungan masyarakat (humas). Sedangkan public Affair bisa berarti urusan masyarakat. Kalau kita bandingkan antara hubungan dan urusan, pasti terasa perbedaannya. Setiap orang bisa memaknainya sendiri. Saya secara individu berpandangan bahwa “public relation” mengambil porsi komunikasi dan informasi. Sedangkan public Affair, selain bersentuhan dengan komunikasi dan informasi, juga sinergitas yang lebih substantif. Keduanya menjadi bahan baku bagi pengambilan keputusan (peblic policy) yang efektif.
****
Inti besarnya, urusan publik itu harus menjadi solusi dari setiap persoalan kebuntuan komunikasi. Kalau komunikasi buntu, pasti substansi tidak tersampaikan. Substansi yang tidak dipahami para pihak akan memunculkan rekaan yang tidak produktif. Semua orang akan disandera oleh pertanyaan “mengapa” ? (Baca; The dangerous of why? ). Sering, menjadi sumber dari tidak efektifnya banyak urusan.
Saya punya sahabat yunior di Palu. Saya mengaguminya sebagai pemimpin kaum demonstran. Mereka tampil membela hak rakyat. Satu waktu, topik demonstrasinya adalah soal mati hidupnya lampu di kota Palu. Digelarlah demonstrasi bertahap-tahap. Tiba-tiba senyap. Saya bertanya, mengapa berhenti? Sahabat ini bilang, saya baru tahu. Ternyata, masalah yang melilit PLN itu rumit sekali. Saya berfikir, substansi tersampaikan. Masalah belum selesai. Lampu masih tetap mati-hidup. Namun, tidak ada lagi demonstrasi. Mereka para pihak (stakeholder) ini telah saling mendengar dan memahami. Selanjutnya menemukan solusi bersama.