Satu Jam Lebih Dekat Dengan Habib Ali

  • Whatsapp
Satu Jam Lebih Dekat Dengan Habib Ali
Satu Jam Lebih Dekat Dengan Habib Ali. Penulis bersama Habib Ali / Foto: Istimewa

Oleh Muhd Nur Sangadji

Satu Jam Lebih Dekat Dengan Habib Ali. Cuma satu jam saja. Tapi, saya merasa mendapat banyak hal yang sangat dalam. Selama ini, memang jarang. Sesekali mengunjungi rumah beliau. Dahulu sekali, sekitar dua puluh tahun lalu, pernah menjadi narasumber bersama beliau di Universitas Khairun, Ternate.

Baca juga : Kontribusi Alumni Sangat Diharapkan untuk Kemajuan MI Alkhairaat

Senja kemarin, ada agenda pertemuan dengan beliau untuk isian rohani bagi calon anggota KPU. Tidak ada dalam agenda tahapan seleksi calon anggota KPU. Tapi, ini inisiatif kawan kawan team seleksi. Tujuannya sederhana sekali. Agar, semua ikhlas menerima keputusan akhir sebagai ketentuan. Sebab, sudah jelas, hanya lima dari sepuluh yang dipilih.

Baca juga : Panti Asuhan di Rumah Sendiri

Waktu memberikan pengantar kata, sebelum serahkan ke Habib, saya mengulangi kisah yang terjadi pada salah satu calon ilmuan asal Venezuela untuk pesawat ulang Alik ruang angkasa, Kolombia. Dalam seleksi itu, beliau berhasil menyisihkan ribuan calon hingga pada tahapan 9 besar. Masuk ke 7 besar, namanya tidak muncul. Di hari yang menentukan peluncuran pesawat tersebut. Sang ilmuwan, menonton via televisi sambil menangis menyesal. Dia berkata dalam tangisannya. “Seandainya lulus, maka saya ada dalam rombongan 7 peserta yang siap menembus vertikal ruang angkasa itu”.

Baca juga : Nur Sangadji: Majunya Sulteng Ditentukan Untad

Beberapa detik pesawat meluncur kemudian meledak berkeping-keping. Seketika, tangisan kecewa berubah menjadi syukur bahagia. Saya bilang, begitulah skenario yang Allah tetapkan untuk setiap individu. Kita wajib iktiar. Tapi, nasib itu datang menjemput takdir. Atau, takdir itu datang membentuk nasib.

*****

Lokasi kediaman Habib yang saat ini menjabat ketua PB Alkhairat dan Ketua MUI Sulawesi Tengah ini, tepatnya di sisi barat kota Palu. Dari sini, teluk Palu tertatap indah sekali. Di bukit ini kata Habib, dahulu kala adalah lahan Jeruk. Terkenal sekali dengan sebutan jeruk Palu. Agroklimatnya mendukung.

baca juga : ikatan-alumni-kawal-kasus-dua-dosen-untad

Memang, kota lembah ini adalah salah satu kota terpanas di Indonesia. Untungnya bagi pertanian adalah curahan Surya bagi proses fotosintesis tanaman buah buahan. Era tahun delapan puluhan, orang mengenal anggur Palu yang punya cita rasa sangat manis. Sayang, jejak ekologis ini kurang ditunjang aktor petani yang gigih untuk menemukan kejayaan masa lalunya (glory of the past).

Pos terkait