PALU EKSPRES, PALU – Peraturan Gubernur (Pergub) Sulteng nomor 10 tahun 2017, tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Luar Biasa (SLB), yang dikeluarkan Gubernur Sulteng, H. Longki Djanggola, akhir Maret 2017 lalu, dinilai sebagai alat untuk memenuhi rasa keadilan dan kemanfaatan.
“Jadi, Pergub yang ditandatangani bulan Maret kemarin (tahun 2017), statusnya bukan melegalkan. Karena kalau kita pakai istilah melegalkan, berarti ada sesuatu yang illegal kita bolehkan. Tapi, ini menjalankan perintah UU, yakni penyelenggaraan satuan pendidikan dibiayai oleh pemerintah daerah bersama masyarakat,” jelas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Daerah Sulteng, Irwan Lahace, saat diwawancara, Senin 3 April 2017.
Irwan menyebutkan, di setiap SMA, SMK pasti memiliki tenaga honorer, mulai dari guru hingga tenaga pegawai lainnya. Dengan adanya Pergub tersebut, pihak sekolah dapat melakukan pembiayaan terkait dengan tenaga honorer tersebut.
“Olehnya itu, gunanya Pergub ini dikeluarkan, supaya melindungi semua unsur sekolah. Karena kalau tidak ada tenaga honorer, siapa yang mengajar, kemudian siapa yang akan membersihkan toilet dan menjaga sekolah, belum lagi kebutuhan-kebutuhan lainnya,” tambahnya.
Terkait nominal standar pungutan dan sumbangan, yang dicantumkan dalam Pergub tersebut, Irwan menjelaskan, hal tersebut telah dirumuskan oleh pihaknya, bersama dengan para ahli terkait, serta dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bappeda.