PALU EKSPRES, PALU – Ikatan Remaja Bahasa (IRB) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kota Palu, meluncurkan karya berupa buku Antologi Puisi.
Karya tersebut di-launching, pada acara Khatam Ta’lim (perpisahan) siswa Kelas XII MAN 1 Palu, pekan lalu, dan diserahkan secara simbolis kepada Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Sulteng, H. Abdullah Latopada, dan Kepala Kantor Kemenag Kota Palu, H. Ma’sum Rumi.
Menurut Pembina Sastra MAN 1 Kota Palu, Mas’amah Amin Syam, tahun ini merupakan kali keenam para siswa IRB kelas XII, meluncurkan buku Antologi Puisi. Karya tersebut, merupakan salah satu tugas praktek, pada mata pelajaran Sastra di madrasah.
“Ini adalah karya yang dibuat untuk mengapresiasi sastra, khususnya Puisi. Di dalam Antologi ini, kita akan temukan berbagai hal, seperti cita-cita, hidup dan kehidupan, manusia dan kemanusian, serta kesan-kesan para siswa kelas XII, selama mereka menuntut ilmu 3 tahun, juga tentang jalinan persahabatan yang kadang melahirkan emosi yang mendalam,” jelas Mas’amah, melalui pesan singkat, Minggu (23/4).
Mas’amah berharap, melalui Antologi Puisi tersebut, para siswa dapat semakin memaknai berbagai hal dalam kehidupan, serta semakin menguatkan kemampuan para siswa dalam menghasilkan karya Sastra, sebagai suati bidang ilmu yang bersentuhan dengan hati nurani manusia.
“Saya penuh harap, buku ini bukan hanya menjadi bacaan ringan bagi siapa saja, tapi juga dapat memperluas khazanah keilmuan dan pustaka para siswa, khususnya bagi MAN 1 Kota Palu,” ujarnya.
Kepala MAN 1 Kota Palu, Taufik Abd. Rahim, memberikan apresiasinya, terhadap lahirnya karya dari para siswa kelas XII tersebut. Menurutnya, hal ini merupakan tanda, bahwa para siswa yang tergabung dalam IRB MAN 1 Kota Palu, telah berhasil mengembangkan tradisi budaya literasi, khususnya di bidang kepenulisan sastra.
“Anak-anak kita telah berhasil, mengembangkan tradisi budaya literasi menulis buku. Yang mana buku ini akan sangat bermanfaat, dalam proses pembelajaran, baik di lingkungn madrasah, maupun sekolah lainnya,” kata Taufik.
Taufik juga menegaskan, dengan terbitnya buku tersebut, dapat semakin membuktikan, bahwa madrasah tidak lagi hanya dianggap sebagai institusi pendidikan pinggiran, yang hanya dapat mencetak kaum “Sarungan”.