JK mengilustrasikan, redaksi tidak akan memuat surat pembaca yang tidak mencantumkan fotokopi identitas.
’’Baru ada surat pembaca itu kalau ada kopi KTP-nya,’’ jelas politikus berlatar belakang pengusaha itu.
Saat memberikan sambutan tersebut, JK juga mengusulkan agar akronim Jaringan Wartawan Anti Hoaks yang digagas PWI diganti dari Jawah menjadi Jawarah.
Menurut dia, ada nilai heroisme dalam akronim tersebut karena dekat dengan kata jawara. ’’Jawara itu artinya siap membela kebenaran, bukan preman, beda. Jawara positif, preman agak negatif istilahnya,’’ tambah dia.
Jawarah merupakan himpunan wartawan, pemimpin redaksi, dan ahli media. Tokoh pemerintah, pemimpin masyarakat, dan kalangan pengusaha turut dilibatkan sebagai dewan penasihat atau dewan pakar.
Rudiantara menuturkan, perang melawan hoaks bisa diperankan media mainstream, terutama media cetak, yang punya lebih banyak waktu untuk mengkroscek informasi.
Sebab, selama ini berita hoaks disebarkan lewat media online. ’’Saya mendukung proses verifikasi oleh Dewan Pers yang akan mengurangi hoax di Indonesia,’’ ujarnya.
Selain itu, kesadaran terhadap informasi bohong kian tumbuh. Misalnya, maraknya pembentukan berbagai komunitas anti-hoaks.
Termasuk di lingkungan pemerintah. ’’Pemda, terutama Kalbar dan Kaltim, mendeklarasikan pemdanya bersih dari hoaks,’’ ungkapnya.
(jun/c5/agm)