PALU EKSPRES, PALU – Perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), yang diperingati setiap tanggal 2 Mei, dinilai menjadi salah satu momentum, sekaligus refleksi dari berbagai upaya, yang telah dan sedang dilakukan, untuk memajukan pendidikan, khususnya mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
Hal ini, menjadi salah satu inti, dari sambutan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) RI, Prof. H. Moh. Nasir, yang dibacakan Rektor Universitas Tadulako (Untad), Prof. Dr. Muh. Basir, pada upacara peringatan Hardiknas 2017, di lapangan upacara Untad, Selasa (2/5).
Sesuai dengan tema yang diangkat oleh Kementerian Ristek Dikti, pada Hardiknas 2017, yakni tentang Peningkatan relevansi pendidikan tinggi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, saat ini perguruan tinggi dituntut untuk dapat lebih memerhatikan dampak aktivitasnya pada pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi, terhadap pengembangan ekonomi, khususnya ekonomi di daerah.
“Dengan kata lain, perguruan tinggi lebih dapat memerankan dirinya, sebagai agent of economy development di samping sebagai agent of education, dan agent of research and development,” kata Rektor Untad, membacakan sambutan Menristek Dikti.
Olehnya, untuk mewujudkan hal tersebut, setidaknya ada tiga cara, yang dapat ditempuh oleh perguruan tinggi. Yang pertama, dalam bidang pendidikan, perguruan tinggi harus mampu menghasilkan lulusan, yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan industri.
Saat ini, perguruan tinggi dinilai telah lama mendapat kritikan, bahwa para lulusannya tidak memiliki keterampilan, sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan industri.
“Untuk lebih meningkatkan relevansi tersebut, ke depan jumlah perguruan tinggi vokasi harus ditingkatkan, dan keterlibatan industri harus ditingkatkan,” lanjutnya.
Kedua, dalam bidang penelitian, dapat dilakukan melalui hilirisasi penelitian di perguruan tinggi. Penelitian yang dilakukan, kata Menteri dalam sambutan tersebut, tidak boleh hanya berhenti setelah bisa menghasilkan publikasi, prototype atau paten. Penelitian PT harus mampu dilanjutkan hingga mencapai technology readiness level (TRL) 9, yang kemudian dikerjasamakan dengan industri, agar bisa diproduksi dan dipasarkan secara massal.