Begini Jadinya, Ketika Hukum Adat Merespons Keriuhan Media Sosial dalam Kasus Ketua PMII

  • Whatsapp

Kalangan tetua adat, meminta pihak tosala, mengganti piringnya. Piring yang dimaksud harus polos putih, tidak bercorak dan bukan piring berdiameter lebar (ceper) layaknya piring makan di restoran. Jadilah beberapa orang meluncur ke pasar mencari piring dengan spesifikasi yang pas.

Di dalam rumah Bantaya, ditemani seniornya Sahran Raden, Aminudin Ma’ruf duduk di sisi barat ruang pertemuan. Ia menghadap pintu masuk. Sesaat kemudian muncul Wali Kota Palu, Hidayat, ia mengambil posisi duduk tepat di samping kanan Aminudin Ma’ruf.
Sembari menunggu prosesi dimulai, Aminudin terlihat banyak diam. Tidak ada aktivitas menonjol yang dilakukannya, selain mengamati layar smartphone dan sebatang kretek putih yang tak lepas dari tangan kirinya. Sesekali pria berkacamata ini mendongakkan kepalanya ke arah Sahran Raden ketika berbicara sesuatu. Selang beberapa saat, piring pengganti pun tiba.

Bacaan Lainnya

Prosesi musyawarah adat pun dimulai.  Dewan Adat Kota Palu, yang diwakili Arifin, menjadi moderatornya. Prolog dimulai dengan bahasa Kaili sambil sesekali diselingi bahasa Indonesia. Pengunjung yang tak sampai 100-an orang hening tak bersuara. Tidak ada celetukan, selain kilatan blitz kamera wartawan yang mengabadikan momen bersejarah-seorang anak muda cerdas, pemimpin OKP nasional menjalani prosesi adat givu.

Sekira 10 menit memulai prolog, kendali pembicaraan beralih ke tokoh sepuh, Ramli Betalembah. Mengenakan uniform hitam pekat dipadu siga bercorak, Ramli Bisalembah merunut prosesi adat, jenis pelanggaran hingga konsekwensi yang harus ditanggung oleh tosalah (tersalah/terlapor). Tak banyak yang bisa diketahui, karena bahasa pengantar menggunakan Bahasa Kaili.

Palu Ekspres sedikit tertolong, karena bahasa pengantar menggunakan dialek Kaili Ledo sehingga ada beberapa penggalan kalimat yang bisa dipahami.
Bisalembah menjelaskan, sesuai katagori pelanggarannya, maka givu alias denda yang dikenakan meliputi, kambing dua ekor, piring putih polos 44 buah, kain putih 44 meter dan sebilah guma alias parang. Denda ini  sesuai dengan Perda Adat Kota Palu.

Pos terkait