PALU EKSPRES, PALU – Alquran yang merupakan kitab suci umat Islam dinilai memiliki hubungan yang sangat erat, dengan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Menurut akademisi IAIN Palu, Dr. H. Hilal Malarangan, kelima sila yang ada pada Pancasila turut terinspirasi dari ayat-ayat Alquran dan juga beberapa hadis Nabi Muhammad SAW.
Hal ini ia sampaikan, saat mengisi acara peringatan Nuzulul Quran yang diselenggarakan oleh Panitia Perayaan Hari Besar Islam (PHBI) Universitas Tadulako (Untad), di Masjid Babul Ulum kompleks Perumahan Dosen Untad, Jumat 1 Juni 2018 malam.
“Kenapa pada sila pertama disebut Ketuhanan Yang Maha Esa, itu karena adanya arus deras nilai-nilai dari Alquran surah Al-Ikhlas, kemudian ayat kursi dan lain-lain. Lalu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, di dalam Alquran ada ayat-ayat yang mengajarkan humanisme, tentang kemanusiaan, tentang adab. Sila ketiga tentang persatuan juga sering kita baca ayat-ayatnya, sila keempat tentang musyawarah inilah inti dari ajaran Islam sebenarnya, begitu juga sila kelima,” Dekan Fakultas Syariah IAIN Palu itu.
Menurutnya, posisi Pancasila dan UUD 1945 yang dijadikan dasar Negara di Indonesia merupakan persoalan fiqhiyah, bukan masalah syar’iyah yang dapat menyentuh ranah akidah. Perbedaan masalah fiqhiyah bagi Dekan Fakultas Syariah IAIN Palu ini, hanya akan menimbulkan perbedaan pendapat tanpa menimbulkan perbedaan akidah.
“Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara menurut saya itu adalah masalah fiqhiyah, kalau masalah syar’iah berarti itu juga menyangkut masalah akidah, dan hanya dua risikonya yakni Islam atau kufur. Tapi kalau masalah fiqhiyah, risikonya adalah yang satu berpendapat A, yang satu berpendapat B, dan lainnya berpendapat C,” tuturnya di hadapan jamaah salat Isya dan Tarawih yang hadir.
Olehnya, ia menyayangkan masih adanya generasi muda bahkan mahasiswa, yang masih memiliki kekurangan dalam referensi bacaan, serta lambatnya beberapa ormas Islam dalam mengantisipasi perkembangan teknologi, sehingga pemahaman-pemahaman radikal nenas berkeliaran di media sosial dan internet, tanpa adanya kontra narasi yang seimbang.