PALU EKSPRES, PALU – Pemahaman soal definisi pengungsi bagi Pemprov masih abu abu. Untuk menghindari itu, Pusat Data Informasi Bencana (Pusdatina) yang dipimpin Sekprov Moh. Hidayat, mengundang pihak-pihak terkait guna menyepakati data pengungsi kabupaten/kota yang terdampak bencana.
Menurut Sekprov, ketidakakuratan data yang masuk ke Pusdatina bisa membuat salah pengambilan keputusan, dan ini yang harus diantisipasi.
”Jangan sampai terjadi. Kasus kesalahan mengartikan jumlah KK dengan jumlah jiwa yang berpotensi merugikan pengungsi,” katanya. Jika diasumsikan 1 KK setara 4 jiwa maka ada selisih 3 jiwa yang tidak tertangani akibat 1 KK diartikan sama dengan 1 jiwa.
“Kita harap updating data Pusdatina sinkron dengan instansi-instansi lain,” ujarnya.
Dari pertemuan di kantor gubernur, Kamis pagi 6/12 kemarin, terlihat perbedaan data jumlah pengungsi antara IOM dengan dinas teknis kabupaten/kota.
Contohnya saja Kota Palu, menurut versi IOM, tercatat sebanyak 36.723 KK dari 67 titik yang disurvei.
Sebaliknya versi Pemkot lewat posko datanya mencatat jumlah pengungsi Palu sebanyak 42.666 KK per tanggal 5 November 2018. Dan kini turun lagi jadi tinggal 10.356 KK per tanggal 29 November 2018.
Perbedaan data versi IOM dan Kota Palu saat dibandingkan, menurut Kepala BPBD Kota Presly, bermula dari instruksi Walikota Hidayat ke tiap OPD kota untuk menyurvei langsung data pengungsi di semua kelurahan yang ada.
Jika Pemkot Palu mendata secara masif lewat OPD nya maka IOM justru menggandeng pendamping PKH (Program Keluarga Harapan) dan TKSK (Tenaga Kerja Sosial Kemanusiaan) untuk mengambil data dari sejumlah titik.
Dari segi pendekatan, tampaklah bedanya yaitu IOM memilih DTM (Displacement Tracking Method) dengan memilih titik-titik tertentu yang memenuhi syarat dan keterwakilan sampling.
“1 kelurahan (tanggungjawab) 1 OPD, lalu tanda tangan ke camat (datanya) lalu masuk ke posko,” jelas Presly terkait alur pendataan pemkot yang diyakini jauh lebih akurat.
Penurunan jumlah pengungsi juga disebabkan sudah ada diantara pengungsi yang pulang kembali ke rumah masing-masing setelah merasa cukup berani dan melihat rumahnya tidak masuk dalam kategori rusak berat.