Surat Biasa,  Perangko Kilat

  • Whatsapp

Oleh Hasanuddin Atjo (Ketua Ispikani Sulteng)

PENERBANGAN  Lion air Jakarta-Palu  di Rabu Sore 18 Desember 2019, bourdingnya tepat waktu, sehingga tidak terlalu lama menunggu. Tepat 18.00 waktu Indonesia Barat pesawat take off. 

Bacaan Lainnya

Selanjutnya saya membaca  artikel dari sebuah buku yang sengaja saya bawa.  Salah satu bab buku itu membahas  tentang karakter sumberdaya manusia yang bisa bersaing di era digital.  Inti dari bahasan itu bahwa sumberdaya manusia harus memiliki konteks dan kontent.  Maksudnya, selain mampu berbicara secara familiar juga memiliki kreatifitas, gagasan yang faktual dan kemampuan elaborasi.  Bila hanya bertahan dengan konteks alias kemampuan berbicara, tanpa ada kontent, maka sumberdaya seperti itu  akan ditinggal  oleh waktu. 

Sang penulis lebih lanjut mengatakan yang menjadi soal, kadangkala ada sumberdaya manusia karena merasa senior menganggap dirinya masih penting dalam pengambilan sebuah keputusan dalam  organisasi, terutama organisasi kemasyarakatan.  Pedahal, yang bersangkutan sudah tidak update  dengan perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat. 

Tiba-tiba saya tersenyum sendiri mengingat kejadian beberapa waktu lalu, saat memimpin rapat dalam sebuah organisasi kemasyarakatan.  Proses pengambilan keputusan berlangsung a lot, bahkan mengarah kepada ketegangan. Karena kelompok yang hanya berorientasi konteks bersikukuh dengan pendapatnya  karena merasa paling lama.  Sementara kelompok yang miliki konteks dan kontent mulai terpancing dan bertahan dengan gagasannya.   

Tiba-tiba salah satu dari anggota kelompok punya konteks dan kontent mengatakan “ Kalau hanya surat biasa, tidak perlu pakai perangko kilat Bos”. 

 

Suasana jadi gaduh dan saya sebagai pimpinan rapat terpaksa mengskorsing rapat sekaligus makan siang.

Setelah skorsing dicabut dan rapat dilanjutkan, saya memberikan pemahaman kepada semua peserta rapat bahwa saat ini kita di era digital,

harus adaptif dengan perubahan-perubahan yang begitu cepat.  Kita harus masuk ke dalam gerbong kereta perubahan. Kalau tidak, akan tertinggal di stasiun. 

Sambil bergurau saya mengatakan,  di stasiun itu “ banyak nyamuk, dingin dan banyak preman lagi”, apakah kita mau tinggal di sana.  Hampir semuanya tertawa  dan suasana menjadi cair. Akhirnya keputusan dapat diambil. Kelompok yang tadinya berseteru akhirnya  berpelukan dan saling memaafkan.

Pos terkait