Dua Tantangan Berat Pemimpin Baru Sulteng

  • Whatsapp

Tugas utama lainnya dari pemimpin baru terpilih adalah tuntutan penggunaan digitalisasi dalam setiap transformasi pembangunan baik di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup . Sejumlah regulasi telah lahir terkait dengan penerapan digitalisasi itu yang harus diimplementasikan paling lambat tahun 2021. Regulasi itu antara lain Pepres Nomor 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan bebasis Elektronik, Pepres nomor 39/2019 tentang Satu Data Indonesia, dan Permendagri No 70 /2019 tentang Sistem Informasi Pemerintah Daerah, SIPD serta Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Kodefikasi, Nomenklatur SIPD.

Karena itu pasangan gubernur terpilih harus memiliki kemampuan berinovasi, beradaptasi agar selalu update, yang juga merupakan ciri dari generasi milenial. Pasangan ini juga harus mampu membangun 5 Kapasitas (5 K) dan 5 Budaya Kerja ( 5 AS). 5 K. Terdiri dari Kompetensi, Komitmen, Konsistensi, Koneksitas, dan Kecepatan atau Speed.

Bacaan Lainnya

Era digitalisasi Gubernur terpilih harus memiliki speed atau kecepatan. Kalau dianalogkan dengan perkembangan teknologi komputer, dan ingin ada percepatan, maka pasangan gubernur terpilih tidak lagi berstatus “Pentium 1” generasi komputer tahun 1990-an tetapi sudah berstatus “Pentium 4”, generasi komputer tahun 2000 an.

Hasil survey Tempo tahun 2017 terhadap pemimpin daerah yang berprestasi dan dinilai memiliki kecepatan tinggi karena kemampuan digitalisasinya antara lain Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung, Tri Rismaharini , Wali Kota Surabaya, Nurdin Abdullah Bupati Bantaeng, Hasto Wardoyo bupati Kulon Progo dan Danny Pomanto Wali Kota Makassar.

Dari gambaran di atas tentunya bila berkeinginan Sulawesi Tengah menjadi bagian dari Indonesia Hebat 2045, maka para calon Gubernur dan pasangannya yang ikut berkontestasi di Pilkada Sulteng 2020, kiranya harus memenuhi kriteria dan contoh yang telah dikemukan di atas.

Peran pemilik hak usung dalam melahirkan pasangan calon sesuai harapan menjadi “filter pertama”. Selanjutnya pemilik hak suara sebagai “filter kedua” harus diberi pilihan untuk memilih pasangan-pasangan terbaik. Bila mekanisme ini belum terbangun, maka harapan masyarakat Sulawesi Tengah untuk keluar dari kemiskinan yang tinggi dan menerapkan secara baik transformasi pembangunan yang berbasis digital belum bisa berharap banyak. Sesungguhnya di tangan pemilik hak usung dan pemilik hal suara letak harapan itu. SEMOGA

Pos terkait