PALU EKSPRES, PALU – Akademisi Untad Mohamad Nur Sangadji terancam dilaporkan oleh salah satu mahasiswa Universitas Tadulako yang menyoal tulisannya di portal berita Palu Ekspres yang terbit 27 Mei 2020. Tulisan di kolom opini tersebut dianggap menyudutkan kelompok mahasiswa dan Perguruan Tinggi.
Namun banyak kalangan yang menyayangkan rencana pelaporan Nur Sangadji ke Polisi tersebut. Salah satunya datang dari mantan Sekretaris Jenderal PB AL Khairaat Pusat Palu, H. Djamaludin Mariadjang. Menurut dia, adalah hal yang aneh jika sebuah tulisan populer yang berangkat dari gagasan seseorang kemudian harus dilaporkan ke Kepolisian.
Dikatakannya, sebuah tulisan memiliki struktur logika yang runut. Maka mempersoalkan sebuah konten tulisan juga harus dibuat struktur logika yang sistemik dalam konstruksi ilmiah populer. Di dalam sebuah tulisan, ungkap Mariadjang penulis selalu melandasi pandangannya dengan argumentasi fakta. Paling tidak interpretasi tentang fakta. Di sinilah ruang normatif bagi kaum intelektual untuk berdebat.
”Maka, agak aneh bila sebuah opini dalam tulisan ilmiah populer itu dilapor ke polisi. Karena tulisan ilmiah populer apalagi hasil riset, tidak punya klaim subjektif terhadap seseorang dalam perkara perdata atau pidana,” tegasnya.
Ia melanjutkan, Jadi kalau ada unsur kampus entah mahasiswa atau dosen yang bereaksi terhadap sebuah opini dengan keberatan ke polisi, ini bukan hanya salah alamat, tetapi energi berpikirnya kosong.
Akademisi Untad lainnya Tomy Tampubolon juga menyoal rencana pelaporan, Nur Sangadji hanya karena tulisannya di media yang memberikan kritik terhadap dinamika di sebuah perguruan tinggi. Tak sepantasnya kata dia, buah fikiran dari seorang akademisi yang dituangkan dalam tulisan harus dibawah ke ranah hukum. Apa lagi jika konten tulisan itu tidak menyebut secara spesifik individu maupun kelompok atau menyerang kehormatan orang tertentu.
Ia menambahkan, sebagai seorang akademisi, menyampaikan kritik dan saran terhadap dinamika sosial di masyarakat adalah sesuatu yang wajar dan wajib. Termasuk memberikan otokritik terhadap proses yang sedang berlangsung di lingkungan kampus. Namun dengan memolisikan orang yang menyampaikan kritik maka ini adalah kemunduran dalam dunia intelektual di daerah ini. ”Mestinya yang seperti ini tidak perlu terjadi, apa lagi jika yang disuarakan adalah sebuah kritik yang tujuannya untuk perbaikan,” ujarnya saat dihubungi semalam, Senin 1 Juni 2020.