Kisah Kopiah Hitam Murid Guru Tua

  • Whatsapp

Ketika acara haul dan pembacaan maulid hampir berakhir, Guru Tua atas izin panitia diminta menghadirkan muridnya untuktabarak. Tampil membaca kitab kuning (Arab gundul/kitab klasik berbahasa Arab tanpa harakat) di depan para habaib ternama di pulau Jawa. Nama Hasbullah Arsyad pun menjadi pilihan. Ia terbilang murid cukup beruntung. Dari urusan jodoh hingga berangkat haji tahun 1968, semua berkat usaha dan pemberian sang guru.  

Acara berlanjut. Panitia haul mengundang Hasbullah Arsyad, murid Guru Tua. Seketika dari pojok belakang, seorang anak muda berkopiah hitam melangkahkan kaki di antara kerumunan jamaah haul. Semua mata tertuju padanya.

Di depan para habaib, murid Guru Tua ini langsung didadak.Disodorkan kitab. Tidak boleh dipilih-pilih, dibukakan dan langsung baca. Sekitar sepuluh menit Hasbullah Arsyad menunjukkan kemampuannya membaca kitab. Para habaib dan jamaah haul terpukau dibuatnya.

“Suaranya merdu dan nahwunya Masya Allah,” kata H.S Saggaf bin Muhammad Aljufri saat menceritakan kembali kisah ini di kediaman Haidar Bagir, Pimpinan Lazuardi Global Islamic School, dan Pendiri Penerbit Mizan. 

Tak berhenti disitu. Murid yang pernah ditugaskan Guru Tua mengajar di Langowan Tondano Sulut ini juga diminta melantunkan nasyid/ratib dan qasidah. Sesuatu yang selama ini menjadi “santapan” harian mereka saat perjalanan jauh bersama sang Guru. Tidak heran, jika adik kandung KH. Rustam Arsyad ini melantunkan syair-syair itu dengan baik, merdu dan lancar.

Para Habaib ternama di Jawa takjub dan penasaran. Mereka sontak bertanya, “Hadza min Hadramaut?”. Guru Tua menjawab, “Laa. Hadza Banjari”. Dijelaskan bahwa anak inibukan dari Hadramaut. Ia orang Banjar. Murid Alkhairaat (Guru Tua) dari Palu.

Para habaib berpengaruh di Jawa itu seakan tak yakin, bila dari Palu, kota kecil yang tidak dikenal kala itu, Guru Tua mampu mencetak murid-murid yang setara dengan santri di Hadramaut, negeri para habaib.

Pos terkait