Pertama, belajar dari Jepang dalam merelokasi warga korban bencana tsunami selalu mempertimbangkan unsur kekerabatan, hubungan emosional dalam menempatkan warga dalam blok yang sama agar tidak memerlukan waktu yang lama dalam proses penyesuaian. Bahkan di Jepang sesuai dengan mufakat.
Warga, sengaja identitas asal wilayah mereka tidak dihilangkan. Boleh jadi untuk huntap Tondo bisa mengdopsinya dengan nama Lere baru, Balaroa Baru atau Petobo baru. Namun semua berpulang kepada kesepakatan warga.
Kedua, halaman huntap relatif kecil, dan program rumah pangan lestari yang fokus ke tanaman sayuran, bumbu bahkan memelihara ikan dalam ember dapat menjadi salah satu pertimbangan membantu kebutuhan keluarga. Sejumlah contoh terkait dengan program pangan lestari antara lain dapat dilihat dan dipraktekan kegiatan warga yang bermukim di lorong kecil kota Makassar dan Surabaya.
Kelembagaan yang akan mengatur dan melayani warga mulai Rukun Tetangga, RT dan Rukun Warga, RW harus profesional. Karena itu proses rekruitmen melalui seleksi ketat dan harus ada keberanian dari pemerintah Kelurahan untuk menganngarkan gaji yang layak bagi seorang RT atau RW yang diharap berperan sebagai manajer.
Kelurahan seyogianya menjadikan RT dan RW pada Huntap tersebut sebagai bagian dari “Kelurahan Cerdas” yang akan melakukan manajemen pemerintahan dan pembangunan wilayah kelurahan berbasis digitalisasi yang relevan dengan konsep New Normal Pandemic Covid-19.
Namun kesemuanya berpulang kepada siapa yang akan terpilih menjadi walikota Palu dalam kontestasi politik tahun 2020. Kita berharap bahwa yang terpilih menjadikan pengelolaan Huntap menggunakan cara-cara baru yang merupakan bagian dari contoh kelurahan cerdas. SEMOGA.