Kemandirian Pangan: Mungkinkah…?

  • Whatsapp
Muhd Nur Sangadji/ foto: Ist/PaluEkspres

By, Muhd Nur Sangadji

SEBUAH Diskusi Nasional baru saja dihelat di awal Januari 2022. Penggagas diskusi berseri itu adalah Kang Jana dari KAHMI. Topiknya sama dengan judul artikel ini. Prof Bustanul Arifin dihadirkan sebagai narasumber. Pakar ekonomi pertanian itu sangat piawai bicara soal ini. Saya diamanahkan sebagai penanggap, mendampingi Prof Andi Sakir dari kementerian Pertanian dan Prof Totok dari Unsoed.

Bacaan Lainnya

Prof Bustanul menyoroti topik ini dari banyak perspektif. Prof Syakir juga mengkompilasi dari sudut kebijakan dan uraian kekinian. Sementara prof Totok yang ahli pemuliaan mengkaji banyak hal terkait.

Sebagai penanggap terakhir, saya menyoroti dua pangkal persoalan. Pertama, aktor pelaku alias petani. Mengapa mulai dari petani ? Alasannya sederhana sekali. “No farmer, no agriculture, no food, no living”. Kedua, ruang nafkah alias lahan, alias ekologi kawasan alias agro ekosistemnya. Tentu, tidak ketinggalan untuk menyentuh aspek umum seperti sarana produksi (Saprodi). Dan juga, alat-alat pertanian (alsintan).

Satu kalimat filosofis dari Jean Anthelme Brillat Savarin, saya gunakan sebagai pembuka. Ilmuan bangsa Perancis yang hidup di abad 17 ini pernah mengukir kalimat menarik tentang pangan dan identitas. Cukup unik, karena beliau yang ahli hukum, politik, kimia dan gizi itu pernah bilang begini ; “dit mois ques Que vous mangez, ET ke vous dit, Qui est vous.?”. Terjemahan bebasnya, kurang lebih seperti ini ; “tell me what you eat and I Will tell you what you are ?” Dan saya pikir, masalah kita boleh jadi berawal dari sini.

Pos terkait