(Buntut Kekisruhan Akademik)
Oleh Muhd Nur Sangadji
(Wakil ketua KPK UNTAD)
KABAR mengerikan datang lagi dari Universitas Tadulako. Pasalnya, ada ratusan dosen dan karyawan Universitas Tadulako terpaksa menandatangani Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). Lebih seru lagi, di antara mereka, ada sejumlah kerabat yang menolak mengembalikan uang itu ke negara, lantaran merasa tidak bersalah. Saya kira, ini tragedi dari skandal akademik terbesar semenjak universitas ini berdiri.
Mereka yang menolak ini, umumnya diberikan jabatan oleh pimpinan universitas dengan imbalan remunerasi sesuai jenjang jabatannya. Lho,apa yang salah? Ternyata, banyak jabatan itu, tidak ada dalam struktur organisasi tata kelola (SOTK). Kalau tidak ada di SOTK, terus apa dosanya? Hemat saya, amat berdosa karena dari segi pencegahan, membuka peluang menciptakan organ untuk mengeruk keuntungan pribadi atau menguntungkan (memperkaya) pihak lain.
Selebihnya, menyangkut ketertiban organisasi. Tentang perlu tidaknya sebuah organ dibentuk. Dan, untuk menentukan perlu tidaknya, harus lewat mekanisme berdasarkan aturan. Lalu, dituangkan dalam SOTK. Tidak boleh ditentukan seenaknya oleh pimpinan atau maunya sendiri dan atau sekelompok individu semata.
Hal yang unik dan menarik bahkan cenderung aneh justru dipraktekkan di Universitas Tadulako. Ada sejumlah organ yang ada dalam SOTK dan wajib mendapatkan hak remunerasi, malahan tidak diberikan. Sebaliknya, ada organ yang tidak tersebut dalam SOTK, diberikan remunerasi dengan angka rupiah yang sangat fantastis. Jadi, di satu sisi ada hak orang yang dihilangkan. Pada sisi yang lain, ada orang tidak layak menerimanya.
*****