*****
Kini sejumlah daerah termotivasi dengan pilot project di Kalimantan Selatan tersebut dan bersemangat mengusulkan “Food Estate” di daerahnya masing-masing dengan harapan bisa terakomodir sebagai Project Strategis Nasional (PSN).
Semangat daerah patut diberikan apresiasi, namun tidak cukup dan diperlukan dokumen perencanaan yang bernilai jual yang dilahirkan dari mekanisme perencanaan yang baku,antara lain;
Pertama, terlebih dahulu tetapkan kawasan Food Estate yang sesuai persyaratan, searah tata ruang, KHLS serta inline dengan RPJMD dan RPJMN yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah.
Kedua,menentukan komoditi utama dan penunjang yang telah melalui analisis kesesuaian, permintaan pasar, ketersediaan teknologi dan kesiapan masyarakat .
Ketiga, menyusun desain atau peta jalan program Food Estate yang dimulai dari pradesain, kemudian disempurnakan menjadi desain. Antara lain tersedia masterplan, tahapan pelaksanaan dan rencana aksi
Keempat, implementasi program giatan yang akan termuat dalam RKPD rencana kerja pemerintah daerah lima tahunan dan RKPD tahunan.
******
Desain sangat diperlukan karena karakter dari setiap kawasan akan berbeda satu sama lain. Desain kawasan yang datar sudah tentu tidak sana dengan kawasan yang berbukit. Menetapkan komoditi juga sangat dipengaruhi kondisi iklim setempat dan kebiasaan dari masyarakat setempat.
Terakhir, bahwa masyarakat lokal harus menjadi bagian dari program Ini agar upaya menjadi lumbung pangab juga sejalan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi angka jemiskinan yang sampai saat ini masih menjadi soal.
Kita berharap program ini tidak lagi mengulangi hal yang sama yaitu seperti bermain bola “terciptanya gol tanpa desain” yang bermakna lebih kepada faktor kebetulan. Semoga. ***
(Penulis adalah Ketua Shrimp Club Indonesia Sulawesi, Doktor Penemu Pengelolaan Tambak Udang Vanamae Supraintensif)