Oleh Hasanuddin Atjo
Indra Enam dan Tujuh
Setiap manusia memiliki indra ke enam yaitu “ kepekaan atau feeling” terhadap sebuah tantangan atau peluang.
Demikian juga memiliki Kemampuan membangun networkingatau komunikasi secara vertikal maupun horisontal.
Contoh kasus yang telah diuraikan di atas mulai dari kesuksesan taksi aplikasi digital sampai kepada kesuksesan Walikota maupun Bupati untuk mengakselerasi tugas pelayanan dan pengaturan, semuanya tidak terlepas dari Kemampuanmengasah Indra ke enam maupun ke tujuh.
Karena itu bila tidak ingin “ tergulung oleh gelombang perubahan tidak terlihat”, maka strategi yang harus dilakukan adalah (1) mengasah kepekaan melalui kebiasaan dialog terbatas (mendengar), membaca, melihat terhadap sebuah tantangan dan sekaligus menjadikannya peluang; (2) Menyusun rencana aksi dari apa yang menjadi visi atau target utama dan selanjutnya mengimplementasikan target tersebut dengan membangun networking vertikal dan horisontal.
Keberhasilan sebuah lambaga (Pemerintah dan Non Pemerintah) dominan ditentukan oleh peran pimpinannya. Kita masih ingat kata-kata filosofis Ki. Hajar Dewantara: Ing ngarso songtulodo, Ing madya mangunkarso, Tut wuri handajani.
Seorang Ridwan Kamil dalam mengelola pemerintahannya mengambil peran sebagai “ Ing madya mangunkarso” bahwa dalam memimpin berada di tengah-tengah, yaitu staf yang sudah cepat didorong agar lebih cepat lagi dan staf yang masih lambat ditarik agar tidak ketinggalan.
Dengan model seperti ini maka akan terjadi akselerasi dalam pengelolaan dan pimpinan menjadi penghubung antara lokomotif dan gerbong. Posisi seperti ini membuat pimpinan tidak membutuhkan energi besar dibanding bila pimpinan menjadi lokomotif.
Kembangkanlah predikat kita menjadi seorang pemimpin bukan pimpinan, karena pemimpin pasti pimpinan dan pimpinan belum pasti pemimpin, karena pimpinan diangkat oleh sebuah keputusan sedangkan pemimpin lahir karena sebuah kharismatik.
Penulis adalah Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia(MAI)