Pengaturan retribusi sampah, pengangkatan jabatan, mutasi hingga pemberhentian pejabat, reklamasi Teluk Palu, pembangunan Mal, rehabilitasi bangunan, jalan, jembatan, pengadaan barang dan jasa serta aneka kegiatan lain dalam program pembangunan adalah sebuah contoh saja dimana pejabat TUN bisa terpeleset lakukan pengabaian terhadap RPJMD dan aturan lainnya yang menjadi patokan. Diskresi yang ultra vires dilakukan, hukum dan moral dilupakan. Mabuk kepayang mengejar kesejahteraan pribadi dan kelompok dengan menumpuk kekayaan dan terus menambah kekuasaan seolah-olah dunia milik sendiri dan dia akan hidup selamanya dalam dinasti kekuasaan. Perilaku melawan hukum, lalai, tidak menjalankan kewajiban, menjalankan kewenangan tidak sesuai dengan tujuan kewenangan yang diberikan, lakukan permintaan barang dan uang hingga tak malu-malu lagi lakukan korupsi hingga berjamaah terus dipertontonkan.
Masyarakat yang diperintahnya mengeluh alami kerugian baik materi maupun materil, ada staf yang terdzalimi. Keadilan lenyap di bumi dimana sang Penguasa berpijak. Mungkin itulah Match Fixing dalam penyelenggaraan pemerintahan. Off side!!!
Apa bedanya dengan dunia sepakbola? Bisa jadi dampaknya berbeda. Meski sering rusuh pasca pertandingan, tapi itu tidak terlalu lama. Beda dengan Match Fixing dalam pemerintahan.
Kasus Srilanka baru-baru ini adalah contoh terkini skala besar Match fixing. Kita pernah alami saat reformasi 1998 lalu. Intinya ada kekuasaan jatuh. Penguasa terhinakan dan rakyat murka. Keadilan menghilang.
Hal yang paling mengerikan dalam hidup adalah ketika kita hendak kembali menghadap Tuhan Yang Maha Penyayang. Bekal apa yang kita bawa? Jawaban apa yang bisa kita berikan? Ada 2 tempat menanti, alam persinggahan dan alam kepastian surga atau neraka? Allah SWT adalah Hakim Yang Maha Adil. Sekadar saran, Jangan Lakukan Match Fixing! ***
(Penulis adalah Kepala Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sulawasi Tengah)