Orang yang kedua yang ingin saya layangkan rasa terima kasih, adalah Arifin Sunusi. Sahabat saya. Seorang politisi, sekaligus aktifis kebudayaan lembah Palu. Beliau yang memberitahukan saya via WA group KAHMI Sulawesi Tengah. Tentang, kemiripan diksi dari tanah Kaili sebagai kontra aksi terhadap perilakunya Pak Sambo dari perspektif kebudayaan. Namanya, Pa’Sambo.
*****
Fungsi Pa’Sambo, kata Arifin adalah menutup makanan di atas meja makan. Tujuannya, agar makanan tidak dihinggapi serangga dan atau apalagi dari kucing, tikus dan hewan lainnya. Jadi Pa’Sambo dapat menutup yang enak-enak agar tidak keliatan atau “ketahuan”.
Tapi, oleh Pak Sambo, filosofi Pa’Sambo ini digunakan untuk menutupi atau menyembunyikan segudang kejahatan. Kawan saya bilang. Kini, pa’sambonya Sambo dibuka oleh dirinya sendiri.
Ketika, kejahatan terlihat menganga. Semua manusia Indonesia menatapnya. Hukum tidak bisa lagi diajak bersekongkol. Dia tegak sendiri oleh keadaan. Berharap, Indonesia menjadi bersih kembali.
Dan, setelah benar-benar bersih. Baharulah kita ambil Pa’Sambo untuk menutupinya kembali. Agar tidak masuk lagi kuman kejahatan Mafiaso pembawa dua wabah yang menyebar mengganas, Sogok dan Korupsi. Kita semua pasti mendamba. Indonesia pulih lebih cepat, bangkit lebih hebat tanpa Mafiaso, Oligargi, Sogok dan Korupsi. Mari mulai dari diri kita dan tempat kita bekerja. Dirgahayu Republik Indonesia ke 77🤝✍🏿🤲
(Penulis adalah Assoc Prof Bidang Ekologi Manusia. Pengajar mata kuliah pendidikan karakter dan anti korupsi di Universitas Tadulako)